Kamis, 22 Januari 2009

PENDALAMAN BAHASA(SINTAKSIS)

BAB I

PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang

Kajian tentang kalimat dalam ilmu bahasa(linguistik) terutama menurut pandangan aliran struktural dibicarakan dalam sintaksis. Istilah sintaksis secara langsung diambil dari Bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah syntax. Sintaksis merupakan cabang atau bagian ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase( Ramlan, 2005: 18).

Banyak ahli bahasa yang mengemukakan pendapatnya mengenaii kalimat. Para ahli tata bahasa tradisional mendasarkan analisisnya pada arti. Kalimat ditentukan berdasarkan arti sebagai susunan kata-kata yang menyatakan suatu maksud, perasaan, atau buah pikiran. Penggolongan kalimat didasarkan pula pada arti atas kalimat berita, kalimat tanya, kalimat suruh, kalimat larangan dan sebagainya. Fungsi-fungsi kalimat juga ditentukan berdasarkan arti, menjadi subjek, predikat, objek, dan keterangan. Selain itu, Kalimat aktif dan kalimat pasif pun dalam tata bahasa tradisional ditentukan berdasarkan arti.

Sedangkan para ahli bahasa struktural menganalisis kalimat sebagai satuan gramatik berdasarkan ciri-ciri formal bahasa, yaitu ciri gramatik. Satuan kalimat, misalnya tidak ditentukan berdasarkan arti, melainkan ditentukan berdasarkan ciri formal, yaitu intonasi. Demikian pula, golongan-golongan kalimat ditentukan berdasarkan ciri formal, berdasarkan intonasi dan adanya kata-kata tertentu yang menandai golongan-golongan kalimat. Pembicaraan tentang subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan yang biasanya terletak pada tataran kalimat sebagai fungsi unsur kalimat, dalam aliran ini diletakkan pada tataran klausa sebagai fungsi unsur klausa. Fungsi unsur klausa ini ditentukan berdasarkan intonasi dan perilaku unsur-unsur itu dalam klausa.

Demikian juga tentang klausa, para ahli bahasa berbeda pendapat. Ada yang berpendapat bahwa klausa merupakan satuan gramatik yang sekurang-kurangnya harus memiliki unsur subjek dan predikat. Ada pula ahli bahasa yang berpendapat bahwa kalusa bisa saja hanya terdiri dari unsur pridikat. Sekali pun demikian, umumnya mereka berpendapat bahwa klausa belum mempunyai intonasi.

Kalimat ada yang terdiri dari satu kata, misalnya Aduh! Sekarang!; ada yang terdiri dari dua kata, misalnya Ini permen; Mereka tunawisma; ada yang terdiri dari tiga kata, misalnya Mahasiswa akan berunjuk rasa; ada yang terdiri dari empat, lima, enam kata, dan seterusnya.

Selain itu, berdasarkan unsur pembentuknya kalimat ada yang terdirii dari satu klausa, dua klausa, tiga klausa, dan seterusnya, namun ada pula yang tak berklausa. Untuk lebih jelasnya penulis sajikan contoh kutipan cerita pendek berikut.

Cuah! Dulakhir meludah ke lantai yang berhamparkan permadani. Dan ia masih tetap berdiri tak jauh dari pintu dengan gerak mata dan posisi kaki siap siaga.

Duduklah, Dul, tak enak rasanya menerima tamu tanpa sopan santun.”

(’Bah Ulung’ dalam Sepasang Maut, 2004:30-31)

Seperti contoh kalimat di atas para ahli bahasa struktural pun mengelompokkan kalimat berdasarkan unsurnya menjadi kalimat berklausa dan kalimat tak berklausa. Kalimat Cuah! merupakan kalimat tak berklausa karena terdiri dari satuan yang bukan klausa. Dulakhir meludah ke lantai yang berhamparkan permadani merupakan kalimat berklausa yang terdiri dari dua klausa. Demikian juga kalimat Dan ia masih tetap berdiri tak jauh dari pintu dengan gerak mata dan posisis kaki siap siaga dan kalimat ”Duduklah, Dul, tak enak rasanya menerima tamu tanpa sopan santun” merupakan kalimat berklausa yang terdiri dari dua klausa atau lebih(selanjutnya disebut kalimat luas atau kalimat majemuk).

Istilah lain untuk kalimat tak berklausa ini adalah kalimat tak lengkap. Dari segi kelengkapan unsurnya kalimat dapat berupa kalimat lengkap dan kalimat tak lengkap. Kalimat lengkap adalah kalimat yang memiliki unsur minimal subjek dan predikat. Sedangkan kalimat tak lengkap adalah kalimat yang beberapa unsur intinya tidak dinyatakan. Jawaban seperti Baru besok sore untuk pertanyaan Kapan Foto itu bisa diambil merupakan kalimat tak lengkap.

Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai kalimat tak berklausa yang terdapat dalam buku kumpulan cerita pendek Sepasang Maut karya Moh. Wan Anwar.


  1. Rumusan Masalah

Dalam penelitian ini penulis menetapkan rumusan masalah sebagai berikut.

  1. Bagaimanakah bentuk kalimat tak berklausa dalam bahasa Indonesia?

  2. Ragam kalimat apa saja yang dapat dibentuk dengan kalimat tak berklausa dalam bahasa Indonesia?

  3. Kelas kata apa saja yang dapat menjadi unsur pengisi kalimat tak berklausa dalam bahasa Indonesia?

  4. Bagaimanakah penggunaan kalimat tak berklausa dalam buku kumpulan cerpen Sepasang Maut karya Moh. Wan Anwar.


  1. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penulis menentukan tujuan penulisan ini sebagai berikut.

  1. untuk mengetahui bentuk-bentuk kalimat tak berklausa dalam bahasa Indonesia,

  2. untuk mengetahui ragam kalimat tak berklausa dalam bahasa Indonesia,

  3. untuk mengetahui kelas kata yang menjadi unsur pengisi kalimat tak berklausa dalam bahasa Indonesia.

  4. Untuk menganalasis penggunaan kalimat tak berklausa dalam buku kumpulan cerita pendek Sepasang Maut karya Moh. Wan Anwar.







  1. Kajian Teori

1) Definisi Kalimat dan Klausa

Beberapa ahli bahasa menyusun definisi kalimat dan klausa sebagai berikut.

  1. Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual mapun potensial terdiri dari klausa(Kridalaksana, 1993:92). Sedangkan klausa adalah satuan gramatikal berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek dan predikat, dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat(Kridalaksana, 1993:110).

  2. Kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Yang menentukan bukan banyaknya kata yang menjadi unsurnya, melainkan intonasinya(Ramlan, 2005: 21). Klausa adalah satuan gramatik yang terdiri dari SP baik disertai baik disertai O, PEL, dan KET maupun tidak. Dengan ringkas ialah SP (O) (PEL) (KET). Tanda kurung menandakan bahwa apa yang terletak dalam kurung itu bersifat manasuka, artinya boleh ada , boleh juga tidak ada(Ramlan, 2005:79).

  3. Kalimat adalah satuan gramatik yang secara relatif dapat diisolasi, mempunyai intonasi final, dan merupakan gabungan klausa( Cook 1969:39-40 dalam Soeparno, 2008:16). Klausa adalah suatu string(hubungan untaian dari tagmem-tagmem yang mengandung satu dan hanya satu predikat, dan yang mengisi slot pada tataran kalimat(Elson&pickett, 1962; Cook, 1969 dalam Soeparno, 2008:16).

  4. Kalimat adalah struktur gramatik yang merupakan unsur paragraf, yang secara potensial terdiri atas gabungan klausa-klausa dan secara semantis menyatakan proposisi dalam bentuk yang komplek. Klausa adalah satuan gramatik yang merupakan unsur kalimat, yang secara potensial terdiri atas gabungan frase-frase, dan secara semantis menyatakan proposisi dalam bentuk yang sederhana(Soeparno, 2008:18).

  5. Istilah kalimat dipakai untuk merujuk pada deretan kata yang memiliki unsur paling tidak subjek predikat dan telah dibubuhi intonasi atau tanda baca. Istilah klausa juga paling tidak mengandung unsur subjek dan predikat, tetapi belum memiliki intonasi. Jadi deretan kata Ahmad baru membeli mobil-tanpa intonasi atau tanda baca tertentu-adalah sebuah klausa. Bila kemudian kita tambahkan intonasi naik, lalu turun pada kata mobil, maka terbentuklah kalimat yang merupakan pernyataan berita. Dalam bahasa tulis hal ini diwujudkan dengan pemakaian tanda titik. Apabila intonasinya naik, atau tanda bacanya adalah tanda tanya, maka yang terbentuk adalah kalimat tanya. Dengan kata lain, suatu klausa bisa menjadi kalimat yang berbeda-beda bergantung pada intonasi atau tanda baca yang dipakai(Alwi, 2003:39).

2) Kalimat Berklausa dan Kalimat dan Berklausa

a) Kalimat Berklausa atau Kalimat Lengkap

b) Kalimat Takberklausa atau Kalimat Taklengkap
















BAB II

PEMBAHASAN



    1. Bentuk Kalimat takberklausa


    1. Ragam kalimat takberklausa


    1. Kelas kata atau frase yang menjadi unsur pengisi kalimat takberklausa


    1. Kajian penggunaan kalimat takberklausa dalam buku kumpulan cerita pendek Sepasang Maut karya Moh. Wan Anwar.

Berikut ini beberapa bentuk kalimat taklengkap(tak berklausa) dalam buku kumpulan cerpen Sepasang Maut.

  1. Sudah terlambat. (Sepasang Maut, 11)

  2. Sejenak saja! (Sepasang Maut, 11)

  3. Tidak tahu. (Sepasang Maut, 11)

  4. Minggu depan. (Sepasang Maut, 11)

  5. Malam yang dingin. (Kiai Genggong, 23)

  6. Dulakhir? (Bah Ulung, 30)

  7. Proyek? (Bah Ulung, 30)

  8. Di Pariuk? (Bah Ulung, 30)

  9. Cuah! (Bah Ulung, 30)

  10. Balasan setimpal! (Pembelaan Bah Bela, 49)

  11. Hah? (Pembelaan Bah Bela, 49; Takdir Muklis, 130; Nong Kiki, 147;

Namaku Genggong, 178; Bulan Tenggara, 206)

  1. Mungkin. (Setiap Orang Sendiri, 77)

  2. Oke. (Setiap Orang Sendiri, 77)

  3. Biar lebih serasi! (Rumah Ayah, 81)

  4. Apa? (Rumah Ayah, 82)

  5. Bermanfaat? (Rumah Ayah, 82)

  6. Misalnya? (Rumah Ayah, 82)

  7. Nggak bisa? (Rumah Ayah, 82)

  8. Titik. (Rumah Ayah, 82)

  9. Kenapa? (Perempuan Hamil, 92 dan 98; Nong Kiki,150)

  10. Tidak, tidak ...! (Perempuan Hamil, 93)

  11. Jadi.... (Perempuan Hamil, 94)

  12. Ke arah kiri. (Perempuan Hamil, 95)

  13. Sakit? (Perempuan Hamil, 98)

  14. Tidak usah! (Perempuan Hamil, 98)

  15. Terima kasih. (Perempuan Hamil, 99)

  16. Terharu. (Perempuan Hamil, 99)

  17. Siapa tahu. (Gedung Tua, 103)

  18. Papa? (Gadis Syaira, 124)

  19. Apa? (Takdir Muklis, 130; Namaku Genggong, 191)

  20. Tetapi apa? (Takdir Muklis, 130)

  21. Tapi, Buya .... (Takdir Muklis, 132)

  22. Tapi apa? (Takdir Muklis, 132)

  23. Bagaimana? (Takdir Muklis, 130)

  24. Tujuh juta rupiah? (Takdir Muklis, 130)

  25. Ah, masa! (Nong Kiki, 148)

  26. Untuk apa? (Nong Kiki, 148)

  27. Nggak usah. (Nong Kiki, 149)

  28. Tidak! (Nong Kiki, 150 ; Namaku Genggong, 191)

  29. Cantik. (Nong Kiki, 150)

  30. Tahu, ah ... (Nong Kiki, 150)

  31. Kok .... (Nong Kiki, 152)

  32. Oh! (Nong Kiki, 148)

  33. Kalau suka? (Nong Kiki, 154)

  34. Jadi suka? (Nong Kiki, 154)

  35. Apa? (Nong Kiki, 157)

  36. Kuliah? (Namaku Genggong, 166)

  37. Untuk apa? (Namaku Genggong, 166)

  38. Penjara? (Namaku Genggong, 168)

  39. Penjara! (Namaku Genggong, 168)

  40. Bagaimana coba? (Namaku Genggong, 169)

  41. Bingung, kan! (Namaku Genggong, 169)

  42. Jadi! (Namaku Genggong, 169)

  43. Sontoloyo! (Namaku Genggong, 172)

  44. Hebat, kan? (Namaku Genggong, 173)

  45. Dasar kampungan! (Namaku Genggong, 174)

  46. Cengeng! (Namaku Genggong, 174)

  47. Ilmu pelet? (Namaku Genggong, 177)

  48. Dua belas tahun! (Namaku Genggong, 178)

  49. Apalagi? (Namaku Genggong, 179)

  50. Terus gimana? (Namaku Genggong, 179)

  51. Tahu, nggak? (Namaku Genggong, 179)

  52. Jelek! (Namaku Genggong, 179)

  53. Biarin! (Namaku Genggong, 179)

  54. Odoblehob! (Namaku Genggong, 180)

  55. Tentu saja tidak. (Namaku Genggong, 180)

  56. Jadi? (Namaku Genggong, 180)

  57. Terkenal sebagai penjahat? (Namaku Genggong, 181)

  58. Seniman? (Namaku Genggong, 181)

  59. Selebritis? (Namaku Genggong, 181)

  60. Politikus? (Namaku Genggong, 181)

  61. Artis? (Namaku Genggong, 181)

  62. Sialan! (Namaku Genggong, 181)

  63. Bisa baca, kan? (Namaku Genggong, 182)

  64. Bagus! (Namaku Genggong, 182)

  65. Segera setelah mendapatkan remisi. (Namaku Genggong, 183)

  66. Malu pada Tuhan terutama. (Namaku Genggong, 187)

  67. Tapi gagal, kan? (Namaku Genggong, 188)

  68. Akui sajalah! (Namaku Genggong, 188)

  69. Terserah, deh .... (Namaku Genggong, 188)

  70. Eeee tunggu dulu. (Namaku Genggong, 188)

  71. Sampe mana tadi? (Namaku Genggong, 188)

  72. Dari aku, kan! (Namaku Genggong, 189)

  73. Jadi.... (Namaku Genggong, 189)

  74. Malam yang nikmat . (Namaku Genggong, 189)

  75. Benarkah? (Namaku Genggong, 190; Bulan Tenggara, 196)

  76. Banci! (Namaku Genggong, 190)

  77. Makanya .... (Namaku Genggong, 190)

  78. Ingin apa? (Namaku Genggong, 191)

  79. Harus minta! (Namaku Genggong, 191)

  80. Tidak usah. (Namaku Genggong, 191)

  81. Harus! (Namaku Genggong, 191)

  82. Tidak ingin kawin? (Namaku Genggong, 191)

  83. Mobil mewah? (Namaku Genggong, 191)

  84. Tidak, goblok! (Namaku Genggong, 191)

  85. Vila di puncak? (Namaku Genggong, 191)

  86. Lalu? (Namaku Genggong, 191 dan 193)

  87. Ah .... (Namaku Genggong, 192)

  88. Ayo goblok! (Namaku Genggong, 192)

  89. Salat? (Namaku Genggong, 193)

  90. Namamu, namamu, euy! (Namaku Genggong, 193)

  91. Sebagai mahasiswa? (Namaku Genggong, 193)

  92. Calon polisi? (Namaku Genggong, 193)

  93. Nama kampungku? (Namaku Genggong, 193)

  94. Kupatan? (Namaku Genggong, 193)

  95. Genggongan? (Namaku Genggong, 194)

  96. Sekali bodoh tetap bodoh! (Namaku Genggong, 194)

  97. Jadi apa? (Namaku Genggong, 194)

  98. Genggong saja? (Namaku Genggong, 194)

  99. Gengggong Aa? (Namaku Genggong, 194)

  100. Lantas apa? (Namaku Genggong, 194)

  101. Setujulah! (Namaku Genggong, 194)

  102. Benar? (Namaku Genggong, 194)

  103. Suer! (Namaku Genggong, 194)

  104. Sengaja ditutup, ya? (Bulan Tenggara, 196)

  105. Udah makan belum? (Bulan Tenggara, 197)

  106. Malah lebih dari itu, bukan? (Bulan Tenggara, 203)

  107. Masa lalu? (Bulan Tenggara, 203)

  108. Hudan.... (Bulan Tenggara, 203)

  109. Iya, tapi .... (Penjara, 209)

  110. Kenapa ...? (Penjara, 216)

  111. Basah oleh darah. (Penjara, 216)

  112. Mengejang, meregang. (Penjara, 216)

  113. Maksud Ayah? ( Konser Kematian, 224)













DAFTAR PUSTAKA


Arifin, Zainal dan Junaiyah. 2007. Morfologi :Bentuk, Makna, dan Fungsi. Jakarta:PT Grasindo.

Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta:Rineka Cipta.

Kridalaksana, Harimurti. 2007. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.

Suhendar, M.E. 1992. Seri Mata Kuliah MKDU Bahasa Indonesia. Bandung : Pionir Jaya.

Verhaar. 2006. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.



1 komentar: