Minggu, 25 Januari 2009

PTK Cerpen di Kelas IX SMP

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Belajar merupakan suatu proses perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai hasil dari sejumlah pengalaman yang ditempuh, baik bersifat pengetahuan, sikap, maupun keterampilan. Karena belajar merupakan suatu proses perubahan pada diri seseorang, maka belajar hanya akan terjadi apabila siswa memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk berubah sesuai dengan potensi dan kemampuannya. Sedangkan peranan guru dengan otoritasnya terbatas pada upaya perancangan suatu kondisi yang memungkinkan siswa untuk belajar, dengan berbagai prakarsa, motivasi, dan tanggung jawab profesi yang dimilikinya (Sukmara, 2005:54).
Hal di atas sejalan dengan tujuan pendidikan nasional yang terdapat dalam Bab II pasal 3 Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas, 2003:8).
Penulis menggarisbawahi kata ‘berkembangnya’ pada tujuan pendidikan nasional tersebut. Secara semantik kata ‘berkembangnya’ berbeda dengan kata ‘mengembangkan’. Kalau digunakan kelompok kata untuk ‘mengembangkan potensi peserta didik’ berarti penekanannya pada guru/pendidik yang harus lebih aktif berperan dalam pembelajaran. Sedangkan penggunaan kelompok kata ‘berkembangnya potensi peserta didik’ lebih menekankan pada suatu kondisi yang difasilitasi guru agar peserta didik dapat mengembangkan segala potensi yang dimilikinya.
Dalam pengembangan kurikulum untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, kegiatan belajar siswa sebaiknya mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.
1) Memberikan peluang bagi siswa untuk mencari, mengolah, dan menemukan sendiri pengetahuan dibawah bimbingan guru atau orang dewasa.
2) Merupakan pola yang mencerminkan ciri khas dalam pengembangan keterampilan mata pelajaran yang bersangkutan.
3) Disesuaikan dengan ragam sumber belajar yang tersedia.
4) Bervariasi dengan mengombinasikan antara kegiatan belajar perorangan, pasangan, kelompok, dan klasikal.
5) Memperhatikan pelayanan terhadap perbedaan individual siswa.
Pembelajaran sastra terutama apresiasi sastra di sekolah bukanlah bertujuan untuk membuat para siswa menjadi sastrawan, melainkan lebih bertujuan untuk membuat mereka mencintai karya sastra bangsanya, mampu memberikan penilaian terhadap karya sastra yang dibacanya dan memanfaatkan karya sastra dalam bidang kehidupan mereka masing-masing.
Karya sastra yang menggunakan bahasa sebagai medianya, mengandung nilai pendidikan, sosial, kemasyarakatan, psikologis, agama dan sebagainya. Nilai-nilai yang terkandung dalam sebuah karya sastra sulit ditemukan, oleh karena itu perlu diadakan kegiatan analisis. Anton M. Moeliono(1993:37) berpendapat bahwa analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.
Sejalan dengan pendapat di atas, Jakob Sumardjo(1994:3) menyatakan bahwa bahasa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sastra adalah bentuk rekaman bahasa yang akan disampaikan pada orang lain. Untuk memahami suatu karya sastra tidaklah mudah, banyak segi yang harus dianalisis baik dari unsur intrinsik maupun unsur ekstrinsiknya.
Sebenarnya para guru sangat beruntung karena mutu dan jenis prosa/cerita ini jumlahnya cukup banyak. Cerpen misalnya, dengan mudah dapat ditemukan dan dipilih yang sesuai dengan tingkat kebahasaan dan disukai oleh siswa. Cerpen memungkinkan seorang siswa hanyut dalam keasyikan membacanya. Sekarang ini banyak cerpen yang sesuai dengan minat dan tingkat kemampuan intelektual anak. Cerpen-cerpen ini jelas dapat dijadikan sarana pendukung untuk memperkaya bacaan dan dapat dijadikan bahan pembelajaran apresiasi sastra di SMP.
Meskipun demikian, dalam melaksanakan tugas di lapangan penulis mendapat beberapa permasalahan, yaitu:
1) Banyaknya siswa yang belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal(KKM), terutama dalam pembelajaran sastra;
2) Rendah partisipasi siswa yang aktif dalam pembelajaran sastra;
3) Rendahnya penguasaan siswa terhadap materi prasyarat pembelajaran sastra;
4) Rendahnya kemampuan guru dalam memvariasikan model dan media pembelajaran sastra.
5) Fokus pembelajaran ada pada guru, sedangkan siswa hanya menerima apa-apa yang diberikan guru tanpa melalui aktivitas dan partisipasi yang berarti.
Berdasarkan hal tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti proses pembelajaran apresiasi sastra di kelas IX SMP terutama mengenai peningkatan kemampuan siswa dalam memahami cerita pendek melalui pendekatan kontekstual dengan menggunakan model pembelajaran Snowball Throwing.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar masalah yang diteliti lebih spesifik dan terfokus, maka penulis membatasi permasalahan pada peningkatan kemampuan siswa SMPN 3 Bojongpicung dalam memahami unsur intrinsik cerita pendek melalui pendekatan kontekstual dengan model pembelajaran Snowball throwing.
2. Rumusan Masalah
Dari identifikasi dan pembatasan masalah yang ada, penulis merumuskan masalah sebagai berikut.
“Apakah model pembelajaran Snowball Throwing di kelas IXA dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami unsur intrinsik cerita pendek?”

C. Cara Pemecahan Masalah
Dalam upaya memecahkan permasalahan tentang rendahnya kemampuan siswa dalam mengapresiasi cerita pendek, proses pembelajaran akan dilakukan dengan menggunakan pendekaatan kontekstual (contextual teaching and learning) dengan model pembelajaran Snowball Throwing, serta sebagai tindakan pendukung adalah memvariasikan metode dan media pembelajaran.

D. Hipotesis Tindakan
Proses pembelajaran pada apresiasi cerita pendek bila dilakukan dengan pendekatan kontekstual (contextual teaching and learning) dengan model pembelajaran Snowball Throwing diduga akan meningkatkan kemampuan/hasil belajar siswa. Hal itu karena pendekatan kontekstual mendahulukan prinsip belajar siswa aktif, kritis, dan kreatif serta model snowball throwing akan lebih melayani kebutuhan siswa dalam pembelajaran. Adapun tahapan pelaksanaannya secara rinci akan dijelaskan pada uraian tentang rencana tindakan.

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, penulis menetapkan tujuan penelitian sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran Snowball Throwing dalam memahami/mengapresiasi cerpen di kelas IX A SMPN 3 Bojongpicung.
2. Untuk mengetahui kemampuan siswa IX A SMPN 3 Bojongpicung dalam memahami unsur intrinsik cerita pendek
3. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam memahami/mengapresiasi cerita pendek dengan model pembelajaran Snowball Throwing.

2. Manfaat Penelitian
Bagi Siswa
a. Dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa dalam apresiasi cerita pendek.
b. Dapat meningkatakan makna pembelajaran apresiasi cerpen bagi siswa.
c. Dapat meningkatkan makna bekerja sama dalam pembelajaran.

Bagi Guru
a. Dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran apresiasi cerpen.
b. Dapat meningkatkan ketepatan penggunaan model Snowball Throwing dalam proses pembelajaran.
c. Dapat meningkatkan keterampilan dalam penggunaan media pembelajaran.
d. Dapat meningkatkan makna bekerja sama dengan sesama guru Bahasa Indonesia, guru mata pelajaran lain, dan atasan.
e. Dapat memfasilitasi siswa dalam peningkatan motivasi dan hasil belajarnya.
d. Dapat meningkatkan minat untuk melakukan penelitian

Bagi Guru Lain/Sekolah
a. Dapat meningkatkan pemahaman tentang penelitian.
b. Dapat meningkatkan makna bekerja sama.
BAB II
KAJIAN TEORI


A. Cerita Pendek dalam Kurikulum Tahun 2006
Keberhasilan pembelajaran apresiasi cerita pendek turut menentukan keberhasilan pencapaian standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia. Di dalam Kurikulum Standar Isi(Tahun 2006) apresiasi cerita pendek pada Sekolah Menengah Pertama diajarkan di IX semester 1 dengan alokasi waktu sebagai berikut.

(a) Standar Kompetensi : 6. Mengungkapkan kembali cerpen dan puisi dalam
bentuk lain(Berbicara)
Kompetensi Dasar : 6.1 Menceritakan kembali secara lisan isi
cerpen(4x40’)
(b) Standar Kompetensi : 7. Memahami wacana sastra melalui kegiatan
membaca buku kumpulan cerita pendek
(Membaca)
Kompetensi Dasar : 7.1 Menemukan tema, latar, dan penokohan, pada
cerpen dalam satu buku kumpulan cerpen
(4 x 40’)
7.2 Menganalisis nilai-nilai kehidupan pada cerpen-
cerpen dalam satu buku kumpulan cerpen
(4 x 40’)
(c) Standar Kompetensi : 8. Mengungkapkan kembali pikiran, perasaan, dan
pengalaman dalam cerita pendek(Menulis)
Kompetensi Dasar : 8.1 Menulis kembali dengan kalimat sendiri cerita
pendek yang pernah di baca (4 x 40’)
8.2 Menulis cerita pendek bertolak dari peristiwa
yang pernah dialami (6 x 40’)

B. Cerita Pendek
1. Pengertian Cerita Pendek.
Sampai kini belum ada kesamaan pendapat tentang pengertian cerpen yang paling tepat sehuingga dapat diterima setiap orang. Banyak ahli dan peminat sastra yang berpendapat bahwa memberikan batasan cerita pendek lebih sulit daripada memperlihatkan atau menunjukkan cerpen itu sendiri. Walaupun demikian berikut ini penulis kutipkan beberapa pendapat tentang pengertian tersebut sebagai bahan untuk memahami sebuah cerita pendek.
Harry D. Fauzi (2005:61) mengemukakan bahwa cerita pendek atau cerpen adalah bentuk karangan prosa fiksi yang pendek, jumlah katanya berkisar antara seribu hingga lima ribu kata. Cerpen dikembangkan dan diarahkan kepada insiden atau peristiwa tunggal yang berkaitan erat dengan pelaku utamanya. Bagi penulis cerpen tidak ada kesempatan untuk mengembangkan karakter pelaku-pelakunya secara rinci.
Beberapa batasan lain menekankan pada tunggalnya kejadian dalam cerpen itu sendiri. Jakob Sumardjo dan Saini K.M. (1994:37) berpendapat bahwa cerpen adalah cerita atau narasi fiktif yang relatif pendek dan hanya mengandung satu peristiwa untuk satu efek bagi pembacanya. Dikemukakan pula oleh Ellery Sadwich (dalam Tarigan, 1993:197) bahwa cerpen adalah penyajian suatu keadaan tersendiri atau suatu kelompok keadaan yang memberikan kesan yang tunggal pada jiwa pembaca.
Beberapa ciri yang tampak pada sebuah cerpen dikemukakan oleh Ristiani (2003:4) sebagai berikut.
1. Relatif lebih pendek (sebab ada pula cerpen yang panjang);
2. Terdiri atas 1.000 sampai 5.000 kata (tidak menjadi ukuran mutlak);
3. Dapat dibaca selesai dalam sekali duduk;
4. Kesan tunggal diperoleh dalam sekali baca(caranya dengan mengarahkan plot pada insiden/peristiwa tunggal);
5. Tokoh jarang dikembangkan karena langsung ditunjukkan karakternya;
6. Karakter di dalam cerpen lebih merupakan penunjukan daripada perkembangan;
7. Dimensi waktu terbatas;
8. Kualitas cerpen bersifat pendataan, pemusatan, dan pendalaman;
9. Mencapai keutuhan secara ekslusi;
10. Membiarkan hal-hal yang dianggap tidak pokok;
11. Hanya mengungkapkan satu masalah tunggal;
12. Menunjukkan adanya kebulatan kisah;
13. Pemusatan perhatian pada satu tokoh utama, pada satu situasi tertentu.
Rincian mengenai ciri-ciri cerpen dapat disimpulkan dengan memperhatikan beberapa pendapat di atas. Ciri-ciri tersebut adalah: Pertama, bentuk cerpen berupa cerita rekaan atau narasi fiktif (bukan analisis argumentatif); kedua, sifat narasi fiktif cerpen menuntut adanya satu kejadian atau terkonsentrasi hanya pada satu peristiwa. Ketiga, bahan atau isinya berupa kehidupan; keempat, relatif pendek; dan kelima menggunanakan media bahasa. Dari ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan bahwa cerpen adalah cerita fiksi atau rekaan yang relatif singkat, mengungkapkan suatu kesan dari pragmen kehidupan manusia, berpusat pada suatu peristiwa dan merupakan suatu kesatuan yang utuh serta dinyatakan dalam bahasa tulis.

2. Unsur-unsur Cerita Pendek
Dalam upaya memahami suatu karya sastra khususnya cerita pendek, Harry D. Fauzi (2005:44) mengemukakan dua cara , yakni pendekatan terhadap unsur-unsur intrinsik(pendekatan objektif) dan pendekatan melalui unsur-unsur ekstrinsiknya(pendekatan mimetik atau ekspresif). Memahami unsur intrinsik berarti memiliki kemampuan dalam menganalis aspek-aspek struktur cerita yang meliputi, tema, alur, latar, penokohan, sudut pandang, dan gaya penuturan.
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan struktur karya sastra yang meliputi tema, latar, penokohan/perwatakan, alur, sudut pandang, gaya, suasana, dan amanat. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun atau mempengaruhi karya sastra dari luar atau latar belakang penciptan karya sastra itu sendiri. (Sumardjo, 1994:37).

2.1 Tema
Tema menurut Stanton dan Kenny (dalam Ristiani, 2003:70) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Tema adalah ide sebuah cerita yang ingin dikatakan pengarang kepada pembacanya, baik masalah keghidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan, maupun komentarnya terhadap kehidupan ini. Tema menjadi dasar pengembangan seluruh cerita, maka ia pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita.
Menurut Jakob Sumardjo (1994:57) mencari arti sebuah cerpen, pada dasarnya adalah mencari tema yang terkandung dalam cerpen tersebut. Dengan demikian betapa pentingnya keberadaan tema dalam sebuah cerita, sehingga tema sering sekali disebut sebagai ide pusat atau ide inti dalam sebuah cerita.

2.2 Latar (Setting)
Dikemukan oleh Eddy (dalam Ristiani, 2003:54) bahwa latar/setting adalah seluruh keterangan mengenai tempat(ruang), waktu, dan suasana. Latar adalah elemen fiksi yang menunjukkan tempat dan waktu berlangsungnya cerita. Latar merupakan unsur cerita yang penting.
Lebih rincinya lagi menurut Keeney (dalam Sudjiman 1992:44) latar meliputi penggambaran lokasi geografis, termasuk topografi, pemandangan, sampai kepada rincian perlengkapan sebuah ruangan; pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh; waktu berlangsungnya kejadian; masa sejarahnya; musim terjadinya; lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, dan emosional tokoh.
Hudson membedakan latar sosial dan latar fisik. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat, kebiasaaan, cara hidup, bahasa, dan lain-lain. Sedangkan latar fisik adalah tempat dalam wujud fisiknya, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya (Sudjiman, 1992: 44).
Latar mempunyai fungsi memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) sebagimana adanya seperti yang digambarkan dalam sebuah cerpen, dan merupakan proyeksi keadaan batin para tokoh. Latar erat kaitannya dengan unsur-unsur lain, misalnya dengan penokohan. Penggambaran latar yang tepat bisa menentukan gambaran watak tokoh. Latar dengan unsur-unsur lain akan saling melengkapi supaya bisa menghasilkan cerita yang utuh.

2.3. Penokohan atau Perwatakan
Penokohan merupakan pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita (Nurgiyantoro dalam Ristiani, 2003: 12). Penokohan dan karakterisasi sering juga disamakan artinya dengan karakter dan perwatakan, yakni menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu dalam sebuah cerita. Penokohan mencakup siapa yang menjadi tokoh cerita, bagaimana perwatakannya, dan bagaimana pelukisannya di dalam sebuah cerita.
Dalam cerpen jumlah tokoh tidak dibatasi hanya satu, dua, atau tiga, sebab meskipun dalam cerpen itu tokohnya banyak, yang menjadi tokoh utamanya tidak lebih dari dua orang. Sedangkan tokoh-tokoh lainnya hanya sebagai tokoh tambahan yang berfungsi menegaskan adanya tokoh.


2.4 Alur (Plot)
Yang dimaksud dengan alur/plot adalah urutan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian dalam sebuah fiksi yang disajikan kepada pembaca tidak hanya bersifat kewaktuan tetapi juga dalam hubungan-hubungan yang sudah diperhitungkan (memiliki hubungan kausalitas). Kejelasan suatu alur akan mempermudah pemahaman terhadap cerita yang disajikan. Kejelasan alur/plot dapat berarti kejelasan cerita, kesederhanaan plot berarti kemudahan cerita untuk dipahami(Ristiani, 2003:41).
Adapun tahap-tahap alur/plot secara umum dapat digambarkan sebagai berikut.


1. paparan (exposition)
awal cerita 2. rangsangan (inciting moment)
3. gawatan (rising action)

. 1. tikaian (conflict)
tengah cerita 2. rumitan (conflication)
3. klimaks (climax)


. 1. leraian (falling action)
akhir cerita
2. selesaian (denounement)
(Sudjiman, 1992:30)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa alur adalah struktur penyusunan peristiwa-peristiwa dalam cerita yang disusun secara logis. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat disusun dengan cara:
(1) linear atau terusan
Alur linear atau terusan menyajikan rentetan peristiwanya susul-menyusul secara temporal (temporal sequence) atau kronologis.
(2) sorot balik atau falshback
Alur sorot balik menempatkan peristiwa yang berdasarkan urutan kronologis dalam alur linear merupakan peristiwa terakhir, pada awal cerita. Kemudian secara berangsur-angsur peristiwa yang mendahuluinya diperkenalkan kepada pembaca.
Secara kualitatif alur terbagi dua, yaitu alur longgar (renggang) dan alur erat (ketat). Alur longgar adalah alur yang peristiwa-peristiwanya seolah-olah berdiri sendiri sehingga apabila salah satu peristiwanya dihilangkan tidak akan mempengaruhi keutuhan cerita. Sedangkan dalam alur ketat: tiap rinciannya, tiap-tiap tokoh, lakuan dan peristiwanya merupakan bagian vital dan integral dari suatu pola alur yang telah dirancang baik, selaras, dan seimbang (Hudson dalam Sudjiman, 1992:39), sehingga apabila salah satu rinciannya dihilangkan, cerita tersebut tidak dapat dipahami atau rusak.

2.5 Sudut Pandang
Yang dimaksud dengan sudut pandang (point of view) atau pusat pengisahan adalah cara pengarang memaparkan ceritanya serta di mana ia menempatkan diri di dalam cerita. Pengarang dapat bertindak sebagai pencerita saja dan tidak terlibat di dalam cerita, atau ia menjadi salah satu tokoh yang ada di dalam cerita. (Fauzi, 2005: 52). Maksudnya adalah di manakah kedudukan pengarang dalam cerita yang dikarangnya. Apakah dia merupakan salah satu tokoh dalam cerita yang berkisah tentang dirinya sendiri atau dia berada di luar cerita, dengan menciptakan tokoh lain dalam ceritanya. Hal ini bergantung pada keinginan dan tujuan pengarang.
Morris (dalam Tarigan 1992:141) menjelaskan bahwa dalam menyusun ceritanya pengarang dapat menggunakan sudut pandang sebagai berikut.
(a) the omniscient point of view; pengarang mengetahui segala sesuatu (pikiran dan perasaan) tokoh-tokohnya dan dapat pula melihat tingkah laku mereka dari berbagai sudut.
(b) the first person point of view; pengarang berada di luar cerita atau bertindak ebagi salah seorang pelaku.
(c) the third person point of view; pengarang berada di luar cerita atau bertindak ebagia tukang cerita.
(d) the central intelegence; cerita itu disajikan seperti yang terlihat melalui mata salah saeorang pelaku, walaupun ada hubungannya dengan yang dilakukan oleh omniscient narator.
(e) the scenic; tukang cerita disingkirkan dan cerita itu disajikan hampir seluruhnya dalam bentuk dialog seperti drama.
Harry Shaw (dalam sudjiman 1992:76) menyatakan bahwa pusat pengisahan dalam kesusastraan meliputi:
(a) sudut pandang fisik, yaitu posisi dalam waktu dan ruang yang digunakan pengarang dalam pendekatan materi cerita;
(b) Sudut pandang mental, yaitu perasan dan sikap pengarang terhadap masalah cerita;
(c) Sudut pandang pribadi, yaitu hubungan yang dipilih pengarang dalam membawakan cerita: sebagai orang pertama, orang kedua, atau orang ketiga.

2.6 Gaya
Gaya yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah gaya penuturan, bukan gaya bahasa. Dikemukakan oleh Harry D. Fauzi (2005 : 52) bahwa gaya penuturan dapat diartikan sebagai cara pemakaian bahasa yang spesifik atau khas oleh seorang pengarang atau cara khas pengarang mengungkapkan gagasannya dalam cerita. Gaya penuturan ini akan menentukan nada dan suasana dalam cerita. Oleh karena itu, setiap pengarang mempunyai gaya bercerita yang berbeda-beda, karena gaya erat kaitannnya dalam cara pengarang memilih tema, menyusun dan memilih kata-kata, memandang tema, dan sebagainya.

2.7 Amanat
Amanat menurut Panuti Sudjiman (1992:57) adalah suatu ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembacanya, baik disampaikan secara eksplisit maupun implisit. Selain itu amanat dapat pula berupa suatu jalan keluar dari suatu persoalan yang terdapat dalam cerita. Sejalan dengan pendapat tersebut Mursal Esten (1984:22) mengemukakan bahwa amanat adalah suatu pemecahan dari tema yang di dalamnya merupakan pikiran dan persoalan pengarangnya.
Kita dapat menarik kesimpulan dari kedua pendapat di atas bahwa amanat merupakan pandangan hidup dan cita-cita yang luhur dari seorang pengarang yang ingin disampaikan kepada pembacanya, baik melalui pesan dan ajakan moral maupun melalui ceritanya. Melalui ciptaannya itu pengarang berusaha membukukan dan memberitahukan kemungkinan-kemungkinan yang dapat diambil oleh pembaca sehingga akan memberikan wawasan yang luas dan baru baginya.

3. Prinsip Dasar Analisis/Apresiasi Cerita Pendek
Untuk mengapresiasi cerita pendek sebagai salah satu cipta sastra, seorang apresiator harus memiliki bekal awal. Aminuddin (1991: 38) mengemukakan empat macam yang harus dimiliki siswa sebagi bekal awal(prasyarat) dalam menganalisis cerpen, yaitu:
1) kepekaan emosi atau perasan sehingga mampu memahami dan menikmati unsur-unsur keindahan dalam cipta sastra,
2) pemilikan pengetahuandan pengalaman yang berhubungan dengan masalah kehidupan dan msalah kemanusiaan, baik melalui penghaytan kehidupan ini maupun dengan membaca buku yang berhubugan dengan masalah kemanusiaan,
3) Pemahaman terhadap aspek kebahasaan, dan
4) Pemahaman terhadap unsur-unsur intrinsik cipta sastra yang akan berhubungan dengan telaah teori sastra.
Berbagai cara untuk memahami karya sastra muncul seiring dengan laju perekembangan dunia kesusastraan. Cara untuk memahami karya sastra tersebut dinamakan pendekatan.
Abrams (dalam Teeuw, 1984:50) mengemukakan ada empat pendekatan untuk memahami karya sastra, yaitu:
(a) Pendekatan yang menitikberatkan pada karya sastra itu sendiri; disebut pendekatan objektif;
(b) Pendekatan yang menitikberatkan pada penulis; yang disebut pendekatan ekspresif;
(c) Pendekatan yang menitikberatkan pada semetsa; yang disebut mimetik;
(d) Pendekatan yang menitikberatkan pada pembaca; yang disebut pragmatik.
Dalam pendekatan objektif, karya sastra dipandang sebagai suatu struktur yang otonom, yang harus dipahami secara intrinsik, terlepas dari hal-hal di luar karya sastra itu. Sementara itu dalam pendekatan ekspresif, penulis mendapat sorotan yang khas, sebagai pencipta yang kreatif, dan jiwa pencipta itu mendapat minat yang utama dalam penilaian dan pembahasan karya sastra. Kemudian dalam kegiatan mimetik, aspek referensial sebagai acuan karya sastra dalam kaitannya dengan dunia nyata mendapat sorotan utama.
Sedangkan Aminuddin (1991:41) mengemukakan enam pendekatan dalam mengapresiasi karya sastra, yaitu:
a) Pendekatan paraprastis, yaitu pendekatan dengan jalan mengungkapkan kembali gagasan yang disampaikan pengarang dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang berbeda;
b) Pendekatan emotif, yaitu pendekatan yang berusaha menemukan unsur-unsur yang mengajuk emosi atau perasaan pembaca baik karena keindahan penyajian bentuk maupun isi/gagasan yang lucu dan menarik;
c) Pendekatan analitis, yaitu pendekatan yang berusaha memahami elemen intrisnsik dan mekanisme hubungan dari setiap elemen intrinsik itu sehinga membangun keselarasan dan kesatuan.
d) Pendekatan historis, yaitu pendekatan yang menekankan pada pemahaman tentang biografi pengarang, latar belakang peristiwa kesejarahan, serta perkembangan kehidupan penciptaan maupun kehidupan sastra dari zaman ke zaman.
e) Pendekatan sosiopsikologis, yaitu pendekatan yang berusaha memahami latar belakang kehidupan sosial budaya, kehidupan masyarakat, maupun tanggapan kejiwaan atau sikap pengarang terhadap lingkungan kehidupan atau zamannya pada saat penciptaan karya sastra.
f) Pendekatan didaktis, yaitu pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan.
Pendekatan untuk memahami karya sastra tersebut dapat dikatakan sebagai landasan atau prinsip dasar dalam menganalisis karya sastra.
Berdasarkan uraian di atas, penulis menentukan untuk menggunakan pendekatan objektif/analitis dalam pembelajaran apresiasi cerpen di SMP kelas IX semester 2. Dengan kata lain penulis akan memfasilitasi siswa dalam menganalisis cerpen-cerpen yang dijadikan bahan pembelajaran berdasarkan unsur-unsur intrinsiknya. Akan tetapi dalam proses pembelajaran para siswa tidak menganalis cerpen-cerpen tersebut berdasarkan semua unsur intrinsiknya. Analisis yang dilakukan hanya terbatas pada tema, latar, tokoh dan penokohan, sudut pandang, dan amanat.

4. Kriteria Pemilihan Bahan Cerita Pendek
Materi Pembelajaran yang akan diberikan kepada peserta didik hendanya disusun berdasarkan kompetensi yang harus dicapai. Hal ini perlu ditekankan karena pada dasarnya proses belajar mengajar adalah proses pencapaian kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh peserta didik. Oleh karena itu penentuan bahan pembelajaran pun harus memperhatikan Tujuan Pendidikan Nasional. Dalam Sistem Pendidikan Nasional (Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003) telah ditentukan bahwa Tujuan Pendidikan Nasional adalah terbentuknya potensi peserta didik yang bertakwa kepada Tuhan yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Selain faktor tujuan, faktor kejiwaan peserta didik pun perlu diperhatikan dalam menentukan bahan pembelajaran cerpen di SMP. Pengetahuan perkembangan kejiwaan peserta didik pun diperlukan untuk memahami gambaran umum perkembangan jiwa siswa SMP yang berumur antara 12-16 tahun yang sedang mengalami transisi dari masa kanak-kanak ke masa pubertas dan remaja awal.
Pubertas merupakan suatu periode ketika kematangan kerangka dan seksual terjadi secara pesat terutama pada masa awal remaja. Periode ini sangat singkat karena dialami oleh individu dalam waktu 2 sampai 4 tahun lamanya. Pubertas diistilahkan sebagai ”fase negatif” sebab terdapat sikap-sikap negatif yang belum terlihat pada masa kanak-kanak. Prilaku sebagian ciri pubertas ini ditunjukkan dalam sikap, perasaaan, keinginan, dan perbuatan.
Secara rinci tentang gejala-gejala fase negatif ini diuraikan sebagai berikut.

1. keinginan untuk menyendiri;
2. berkurang kemamuan untuk bekerja;
3. kurang koordinasi fungsi-fungsi tubuh;
4. kejemuan, kegelisahan, dan pertentangan sosial;
5. pertentangan terhadap kewibawaan orang dewasa;
6. kepekaan perasaan, kurang percaya diri, timbul minat pada lawan seks;
7. kepekaan perasaan susila dan kesukaan berkhayal(day dreaming).
Adapun cerita pendek yang perlu diajarkan di SMP adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut.
1) Sesuai dengan falsafah pancasila;
2) Bertema kebenaran, kemanusiaan, keadilan, dan ketuhanan;
3) Mencerminkan perasaan cinta tanah air;
4) Tidak terlalu sukar untuk ditafsirkan maknanya;
5) Mengandung nilai didaktis dan estetis.

C. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
Pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep itu hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru kepada siswa. Strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil(Nurhadi, 2002:1).
Dalam kelas kontekstual, strategi belajar lebih penting daripada hasil. Tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru(pengetahuan dan keterampilan) datang dari ‘menemukan sendiri’, bukan dari ‘apa kata guru’. Begitulah peran guru di kelas yang dikelola dengan pendekatan kontekstual.
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstrutivisme (Constructivism), menemukan (Inquiry), bertanya (Questioning), masyarakat-belajar(Learning Community), pemodelan (Modeling), refleksi(Reflection), dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment. Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya. CTL dapat diterapkan dalam kurikulum apa saja, bidang studi apa saja, dan kelas yang bagaimanapun keadaannya (Nurhadi, 2002:10).
Lebih lanjut Nurhadi mengemukakan penerapan CTL dalam kelas. Secara garis besar langkah-langkahnya sebagai berikut.
(1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilannnya!
(2) Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inkuiri untuk semua topik!
(3) Kembangkan sikap ingin tahu siswa dengan bertanya!
(4) Ciptakan ‘masyarakat belajar’(belajar dalam kelompok-kelompok)!
(5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran!
(6) Lakukan refleksi dia akhir pertemuan!
(7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara!

D. Model Pembelajaran Snowball Throwing
Model Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pendekatan kontekstual (CTL). Snowball Throwing yang menurut asal katanya berarti ‘bola salju bergulir’ dapat diartikan sebagai model pembelajaran dengan menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara bergiliran di antara sesama anggota kelompok. Dilihat dari pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran bahasa, model Snowball Throwing ini memadukan pendekatan komunikatif, integratif, dan keterampilan proses.
Kegiatan melempar bola pertanyan ini akan membuat kelompok menjadi dinamis, karena kegiatan siswa tidak hanya berpikir, menulis, bartanya, atau berbicara. Akan tetapi mereka juga melakukan aktivitas fisik yaitu menggulung kertas dan melemparkannya pada siswa lain. Dengan demikian, tiap anggota kelompok akan mempersiapkan diri karena pada gilirannya mereka harus menjawab pertanyaan dari temannya yang terdapat dalam bola kertas.
Secara rinci langkah-langkah penggunaan model pembelajaran Snowball Throwing ini dapat diuraikan sebagai berikut.
(1) Guru menyampaikan kompetensi dasar/materi pokok yang akan dipelajari;
(2) Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk diberi penjelasan mengenai bahan ajar dan langkah-langkah melaksanakan tugas kelompoknya;
(3) Kemudian masing-masing siswa diberi satu lembar kertas untuk menuliskan sebuah pertanyaan yang menyangkut bahan ajar yang sudah dipelajari oleh ketua kelompoknya;
(4) Lalu kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilemparkan dari satu siswa ke siswa lain selama 15 menit;
(5) Setelah siswa mendapat sebuah bola/satu pertanyaan, diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam krtas berbentuk bola tersebut secara bergantian;
(6) Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran;
(7) Refleksi dan Evaluasi.

F. Pengembangan PTK Model John Elliott

Pengembangan Model John Elliott didasarkan pada pemikiran Model Kurt Lewin. Langkah-langkah PTK Model John Elliott lebih detil daripada Model Kurt Lewin. Model ini terdiri atas tiga siklus, setiap siklus bisa memiliki tiga sampai 5 tindakan, dan setiap tindakan mungkin bisa memiliki beberapa langkah yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar mengajar. Siklus pertama terdiri atas enam kegiatan, yaitu
(1) Identifikasi permasalahan awal yang mendorong dilaksanakannya penelitian tindakan;
(2) Memperdalam masalah tersebut dengan mempertajan dan mencari penyebab masalah itu. Biasanya dilakukan melalui langkah survei;
(3) Menyusun rencana umum pemecahan masalah yang meliputi langkah-langkah tertentu;
(4) Melaksanakan langkah-langkah tindakan yang telah direncanakan;
(5) Melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan tindakan yang dilakukan dan dampak yang dihasilkannya;
(6) Melakukan evaluasi akhir untuk mengetahui dan menjelaskan kesulitan atau kekurangan yang dihadapi dan melihat hasil akhir keseluruhan proses.
Berdasarkan hasil evaluasi pada siklus pertama tersebut, peneliti melanjutkan ke siklus kedua dengan langkah-langkah yang relatif sama sebagaimana diuraikan di atas. Demikian juga berikutnya, jika siklus kedua selesai, maka bisa dilanjutkan ke siklus ketiga sampai dianggap bahwa masalah telah terselesaikan. Untuk memperjelas bagaimana langkah-langkah tindakan yang dilakukan pada setiap siklus, disajikan gambar 1 di bawah ini:


SIKULUS 1 SIKLUS 2 SIKLUS 3

Gambar 1: Penelitian Tindakan Model John Elliott
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Setting dan Karakteristik Penelitian
Penelitian ini dilakukan di kelas IXA SMP Negeri 3 Bojongpicung pada semester 1 tahun pelajaran 2007/2008. Penelitian dilakukan secara kolaborasi antara dua orang guru Bahasa Indonesia SMPN 3 Bojongpicung dengan Kepala Sekolah yang juga berkualifikasi jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia. Jumlah siswa di kelas terdiri dari 23 siswa laki-laki dan 23 siswa perempuan. Sedangkan siswa di kelas tersebut memiliki karakteristik yang sama seperti di kelas-kelas yang lain, artinya tingkat kemampuan/prestasi belajar cenderung sama dengan kemampuan/prestasi kelas lainnya. Demikian pula keadaan sosial ekonominya.

B. Prosedur Penelitian
1. Gambaran Umum Penelitian
Dalam penelitian ini variable atau faktor-faktor yang diamati adalah sebagai berikut.
a. Faktor Siswa, yang berfokus pada:
- Interaksi antarsiswa dan atau interkasi dengan guru
- Keaktifan siswa dalam pembelajaran untuk setiap 10 menit
b. Faktor Siswa, dengan berfokus pada:
1) Keterampilan guru pada tahap pendahuluan, dengan deskiptor sebagai berikut.
- Memberi perhatian kepada siswa
- Menarik perhatian siswa
- Pelaksanaan apersepsi
2) Keterampilan guru pada tahap kegiatan inti, meliputi:
- Tahap Orientasi
- Tahap Elicitasi
- Tahap restrukturisasi ide
- Tahap penggunaan ide
- Tahap review
3) Keterampilan pada tahap penutup
- Menciptakan suasana agar siswa bertanya jawab
- Pelaksanaan post tes pembelajaran
- Membuat kesepakatan untuk pembelajaran berikutnya

2. Rincian Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dilakukan melalui 4 tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi, dan refleksi.
a. Perencanaan Tindakan
1) Menentukan kelas subjek pendidikan
2) Menyiapkan rencana rencana pelaksanaaan pembelajaran, meliputi unit/tema, alokasi waktu, metode, pendekatan, media pembelajaran, skenario pembelajaran, alat evaluasi, dan lembar kerja siswa.
3) Menetapkan fokus observasi dan aspek-aspek yang diamati.
4) Menetapkan jenis data dan cara pengumpulannya
5) Menentukan pelaku observasi(observer), alat bantu observasi, pedoman observasi, dan cara pelaksanaan observasi.
6) Menetapkan cara pelaksanan refleksi dan pelaku refleksi.
7) Menetapkan kriteria keberhasilan dalam upaya pemecahan masalah.
b. Pelaksanaan Tindakan
Sebelum melaksanakan tindakan terlebih dahulu perlu ditentukan apa, kapan, dimana, dan bagaimana melaksanakannya. Semua rencana tindakan yang telah ditetapkan dilaksanakan dalam situasi yang sebenarnya. Sebenaranya tahap pelaksanaan mencakup pula tahap-tahap yang lain, jadi pada saat yang bersamaan dilakukan pula tahap observasi, interpretasi, dan refleksi. Gambar 2 di bawah ini menyajikan proses pelaksanaan PTK.

Gambar 2 : Proses Pelaksanaan PTK

Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini dilakukan melalui pembelajaran sesuai dengan perencanaan tindakan. Tindakan dilaksanaan dalam dua siklus penelitian. Setiap siklus pelaksanaan pembelajaran terbagi menjadi 3 tahap pembelajaran.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ditentukan di kelas IX semester 1 mengenai standar kompetensi memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca buku kumpulan cerita pendek, dengan kompetensi dasar menemukan tema, latar, dan penokohan pada cerpen-cerpen dalam satu kumpulkan cerpen.

Siklus Pertama
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan konstruktivisme, metode tanya jawab dan penugasan, media langsung berupa teks cerpen, dengan tahapan-tahapan pembelajarannya. Secara rinci skenario pembelajarannya dijelaskan pada rencana pelaksanaan pembelajaran (terlampir).
Siklus Kedua
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan pendekatan kontekstual (CTL) dan metode diskusi dengan model pembelajaran Snowball Throwing, dan media langsung berupa teks cerpen ‘Kisah Sebuah Cincin’ dan ‘Penyakit Sahabat Saya’ dengan media pembelajarannya(RPP terlampir).
c. Observasi dan Penilaian
Dalam penelitian ini tahap observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pembelajaran. Observasi dilakukan oleh observer, dalam hal ini adalah pelaku tindakan itu sendiri, dan anggota tim penelitian yang lain. Observasi dilakukan dalam upaya pengumpulan data. Data yang dikumpulkan adalah data kulitatif dan kuantitatif. Data kulitatif dikumpulkan melalui observasi, sedangkan data kuantitaif melalui pelaksanaan evaluasi. Alat Bantu observasi yang digunakan adalah lembar observasi dan alat evaluasi (soal-soal pilihan ganda dan uraian). Penilaian dilakukan dalam upaya mengumpulkan data kualitatif pada akhir pembelajaran untuk setiap siklus dan dilakukan secara tertulis.
- Tes Tulis dan Tes Praktik
Tes digunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar siswa. Tes yang digunakan berupa tes tulis dan tes praktik dengan maksud untuk mengetahui langkah proses belajar siswa dalam menyelesaikan kompetensi dasar tersebut. Selain itu tes juga berguna untuk mengetahui kelebihan kelemahan dalam pembelajaran dengan metode dan model pembelajaran.
- Format Observasi
Observasi dilakukan untuk mengumpulkan data kualitatif tentang interaksi/aktivitas antarsiswa dan atau dengan guru selama pembelajaran berlangsung. Adapun aspek yang diamati dengan alat Bantu lembar observasi berstruktur meliputi: Partisipasi, kerjasama, keaktifan bertanya dan menjawab pertanyaan.

- Indikator Kinerja(Kriteria keberhasilan)
Kriteria tingkat keberhasilan belajar siswa sesuai dengan tujuan akhir penelitian ini yaitu dikelompokkan ke dalam 5 kategori, dengan krieria sebagai berikut.
1) Tingkat keberhasilan belajar siswa dalam %
( 80 % ) : sangat tinggi
(60 - 79 % ) : tinggi
(40 - 59 % ) : sedang
(21 - 39 % ) : rendah
( 20 % ) : sangat rendah
2) Tingkat keaktifan siswa rata-rata/10 menit selama PBM dalam %
( 80 % ) : sangat baik
(60 - 79 % ) : baik
(40 - 59 % ) : cukup
(21 - 39 % ) : kurang
( 20 % ) : sangat kurang

d. Analisis dan Refleksi
Semua data yang terkumpul diolah melalui tahapan:
- reduksi data, jika terdapat data yang tidak diperlukan
- penyederhanan data
- tabulasi data
- penyimpulan data.
Secara rinci langkah-langkahnya sebagai berikut.
1) Pengolahan data ulangan harian
Skor total siswa X 2
NA = __________________ X 100
Skor total ideal

2) Menghitung ketuntasan tiap siswa
- Kriteria ketuntasan minimal (KKM) sama dengan 65
- Menghitung ketuntasan kelas

3) Menghitung ketuntasan kelas
W X 2
KK = _______ X 100
S

KK = Ketuntasan Kelas
W = Banyaknya siswa yang mendapat nilai 65
S = Banyaknya siswa dalam 1 kelas
4) Pengolahan data tentang aktivitas belajar siswa
J
Prosentase aktivitas = _____
W

J = Jumlah siswa yang melakukan aktivitas
W = Jumlah siswa dalam kelas ulangan harian


BAB IV
DATA HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian Siklus
Hasil analisis data pelaksanaan pembelajaran diperoleh keterangan sebagai berikut.
1. Deskripsi Siklus Kesatu
a. Penilaian proses (lembar observasi)
Berdasarkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang disusun penialian proses meliputi aspek koginitif, afektif, dan psikomotor dengan indikator mengamati partisipasi, kerja sama, keaktifan, bertanya, dan menjawab pertanyaan baik dalam kegiatan klasikal maupun pasangan. Adapun data yang diperoleh tampak pada table 1 .

Tabel 1. Penilaian Proses Siklus 1
Skor Nilai Jumlah Siswa Jumlah Nilai Rata-rata
13-16 90 4 360

72,46
9-12 80 6 480
5-8 70 14 980
4-7 60 13 780
3-6 50 8 400
JUMLAH 46 3000

Dari hasil tabel 1 diperoleh data siswa yang mendapat nilai 65 yaitu sebanyak 25 orang berarti siswa mencapai target proses membaca 54 %, dan siswa yang memperoleh nilai < 65 adalah 21 orang berarti siswa yang tidak mencapai target adalah 46%.
b. Penilaian Ulangan Harian
Ulangan harian dilaksanakan dengan tes tertulis 5 buah soal pilihan ganda dan 2 buah soal uraian berstruktur. Adapun data hasil peniliaian ulangan harian dapat dilihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 2. Hasil Ulangan Harian Siklus 1
Nilai Jumlah Siswa Persentase Jumlah Nilai Rata-rata
85 10 21,74 850


68,70
80 9 19,57 720
75 2 4,35 150
70 1 2,17 70
65 3 6,52 195
60 10 21,74 600
55 5 10,87 255
50 6 13,04 300

Tabel 2. menunjukkan data bahwa siswa yang mendapat nilai 65 sebanyak 26 orang berarti ketuntasan 56%, siswa yang mendapat nilai < 65 sebanyak 20 orang berarti siswa yang tidak tuntas belajar 44%.

2. Deskripsi Siklus Kedua
a. Penilaian proses (lembar observasi)
Observasi pada siklus kedua digunakan untuk menilai aktivitas pembelajaran Snowball Throwing dengan teknik diskusi kelompok. Data yang diperoleh disajikan dalam table 3 berikut.

Tabel 3. Penilian Proses Siklus 2
No Nama Kelompok
Unsur Yang dinilai/Skor
J
U
M
L
A
H N
I
L
A
I

Partisipasi Kerjasama Bertanya Menjawab
4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1 4 3 2 1
1 I V V V V 13 90
2 II V V V V 10 80
3 III V V V V 15 90
4 IV V V V V 8 70
5 V V V V V 12 80
6 VI V V V V 14 90
7 VII V V V V 11 80
8 VIII V V V V 8 70

Keterangan : Perolehan Nilai
Skor Jumlah Skor Nilai
4 = baik sekali 13-16 90
3 = baik 9-12 80
2 = Cukup 5-8 70
1= Kurang 1-4 60
Dari hasil penilaian proses diskusi kelompok diperoleh data bahwa yang mendapat nilai 70 yaitu sebanyak 2 kelompok, yang mendapat nilai 80 sebanyak 3 kelompok, dan yang mendapat nilai 90 sebanyak 3 kelompok. Nilai rata-rata dari delapan kelompok tersebut adalah 81,25.
b. Penilaian Ulangan Harian
Tabel 4. Hasil Ulangan Harian Siklus 2
Nilai Jumlah Siswa Persentase Jumlah Nilai Rata-rata
90 18 39,13 1.620

77,07
85 3 6,52 255
80 3 6,52 240
75 2 4,35 150
70 4 8,70 280
65 12 26,09 780
60 4 8,70 240

Dari tabel 4. diperoleh data bahwa siswa yang mendapat nilai 65 sebanyak 42 orang berarti ketuntasan 91%, siswa yang mendapat nilai < 65 sebanyak 4 orang berarti siswa yang tidak tuntas belajar 9%. Sedangkan rata-rata nilai ulangan harian siklus 2 adalah 77,07.

B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Pembahasan Hasil Siklus 1
Berdasarkan data yang telah dipaparkan di atas maka dalam pembelajaran snowball throwing dengan teknik berpasangan terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam memahami cerita pendek, baik dari segi pengetahuan, sikap, maupun tindakan siswa. Dilihat dari penilaian proses pada siklus 1 ini masih terdapat 21 orang siswa yang kurang aktif sehingga sebanyak 46% belum mencapai KKM.
Sedangkan dari hasil penilaian ulangan harian diperoleh nilai rata-rata 68,70 dan masih terdapat 20 orang siswa yang mendapat nilai < 65 atau sekitar 44% belum mencapai KKM.
Ditinjau dari aktivitas siswa melalui diskusi kelompok, ulangan harian, hasil laporan tertulis, maka diperoleh data bahwa kemampuan siswa memahami cerpen meningkat melalui model pembelajaran Snowball Throwing dibandingkan dengan kondisi awal.

2. Pembahasan Hasil Siklus 2
Pada siklus 2 dalam penilaian proses terdapat peningkatan yang sangat signifikan karena setiap kelompok dapat memperoleh nilai 70 atau lebih berdasarkan skor yang diperolehnya. Sedangkan dari hasil penilain ulangan harian 42 orang siswa telah mencapai ketuntasan dengan nilai 65 dan 4 orang masih di bawah KKM. Dari rata-rata nilai observasi ada peningkatan 8,79 sedangkan dari hasil penilaian ulangan harian ada peningkatan 8,37%.
.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Berdasarkan penelitian tindakan kelas tentang “Upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami cerita pendek melalui model pembelajaran Snowball Throwing” di Kelas IX.A SMPN 3 Bojongpicung diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
a. Snowball throwing adalah sebuah model pembelajaran yang didasari pendekatan kontekstual dan dapat mengakomodasi beberapa pendekatan dalam pembelajaran bahasa, di antaranya pendekatan komunikatif dan keterampilan proses.
b. Snowball Throwing yang menurut asal katanya berarti ‘bola salju bergulir’ dapat diartikan sebagai model pembelajaran dengan menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara bergiliran di antara sesama anggota kelompok.
c. Ada peningkatan keaktifan belajar siswa dari segi kerja sama, bertanya dan menjawab pertanyaan dengan model pembelajaran Snowball Throwing baik dengan teknik tanya jawab berpasangan maupun dengan diskusi kelompok.

B. Saran
Sehubungan dengan simpulan di atas, berikut disajikan saran yang dapat dijadikan masukan yang positif dalam meningkatkan pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.
1. Guru bahasa Indonesia di SMP diharapkan dapat menerapkan penggunaan model pembelajaran Snowball Throwing dalam proses pembelajaran memahami karya sastra.
2. Dalam pelaksanaan pembelajaran Bahasa Indonesia guru dan siswa menjadi sebuah tim yang bekerja sama.
3. Hendaknya para guru mau membangun budaya tidak puas dengan menggunakan satu metode tertentu saja, sehingga disarankan mengambil dari pengalamannya untuk menjadi kreatif memvariasikan model atau alat pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan jiwa peserta didik.
4. Beri kesempatan untuk kepada siswa untuk menemukan ide-idenya. Sedangkan guru menjadi fasilitator yang berperan membimbing pengembangan ide dan kreativitas siswa.
5. Kepala sekolah diharapkan menjadi bagian utama dalam usaha mendukung dan memotivasi guru untuk melaksanakan penelitian terutama dalam pengadaan instrumen penelitian.

KTI PRESTASI BINDO SMP

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia mempunyai kedudukan yang strategis dalam khasanah pendidikan di Indonesia. Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dijadikan salah satu pokok ajar yang wajib dipelajari di setiap lembaga pendidikan yang pelaksanaannya mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Dengan demikian, bahasa Indonesia diharapkan akan selalu terjamin dan tumbuh di setiap lembaga pendidikan. Seorang pakar berpendapat sesuai dengan hal itu:
“Jalan yang dapat ditempuh untuk tujuan pengajaran bahasa adalah pengajaran bahasa yang hidup di segala jenis dan tingkat lembaga pendidikan mulai dari tingkat kanak-kanak hingga perguruan tinggi”(Halim, 1984:10).

M.E. Suhendar dalam bukunya MKDU Bahasa Indonesia mengemukakan bahwa tujuan pengajaran Bahasa Indonesia adalah memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia. Lebih lanjut beliau menjelaskan bahwa apabila dilihat dari sudut penutur, tujuan pengajaran Bahasa Indonesia dapat dibagi menjadi 3 tujuan, yaitu:
1) tercapainya pemakaian bahasa Indonesia yang baku, cermat, tepat, dan efisien dalam berkomunikasi yaitu pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar;
2) tercapainya pemilikan keterampilan yang baik dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komuniakasi dan pengetahuan yang sahih; dan
3) tercapainya sikap positif terhadap bahasa Indonesia, yaitu sikap yang erat kaitannya dengan rasa tanggung jawab dari prilaku sehari-hari.
Dari pendapat tersebut jelaslah bahwa pembelajaran bahasa dititikberatkan pada kemampuan siswa untuk terampil menggunakan bahasa Indonesia dalam segala bentuk kegiatan sehari-hari, dan bukan diarahkan pada penguasaaan pengetahuan tentang bahasa itu. Dengan demikian pembelajaran bahasa tidak hanya ditujukan sebagai alat komunakisi lisan, tetapi juga komunikasi tertulis.
Bahasa Indonesia sebagai alat untuk mengungkapkan maksud dan memahami informasi perlu dikuasai oleh para pemakainya, termasuk para siswa. Hal ini menumbuhkan kemampuan dan keterampilan pemakai bahasa itu. Dari sisi ini keadaan itu menimbulkan kebanggaan, tetapi dari sisi lain menimbulkan keengganan mempelajari bahasa Indonesia dengan sebaik-baiknya. Keenggganan ini terjadi karena bahasa itu telah dikuasainya, yang akhirnya ada kecenderungan bahwa bahasa itu tidak perlu dipergunakan dengan baik dan benar mengingat yang terpenting adalah orang yang diajak bicara atau pembaca dapat menangkap maksud atau pesan yang disampaikan. Padahal bahasa itu sebenarnya tidak hanya sebagai alat komunikasi, melainkan dipergunakan juga dalam berbagai ilmu pengetahuan, yakni sebagai bahasa pengantar. Bahkan, sebenarnya bahasa Indonesia juga sebagai alat untuk berpikir dalam berbagai hal yang memerlukan keseriusan. Dalam hal inilah bahasa Indonesia mendapat penekanan seperti dikemukakan Yus Rusyana:
“Agar murid sanggup menggunakan bahasa untuk keperluan berpikir dengan jernih dan seksama, serta sanggup menggunakan bahasa untuk menghayati perasaan yang mendalam”(Rusyana, 1984:125).

Dalam Kurikulum Standar Isi (BNSP, 2006:1) dinyatakan bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada di dalam dirinya.
Dari pendapat tersebut tersirat bahwa penguasaan bahasa oleh seseorang akan berpengaruh terhadap penguasaan ilmu pengetahuan yang dipelajarinya. Dikatakan demikian karena bahasa Indonesia selain sebagai pengantar dalam suatu mata pelajaran, juga sebagai alat berpikir dalam menghubungkan berbagai konsep dalam mata pelajaran tersebut.
Mengingat bahasa pengantar mata pelajaran pada umumnya menggunakan bahasa Indonesia, maka pengaruh bahasa tersebut akan dirasakan pada mata pelajaran-mata pelajaran itu. Hal itu dikarenakan penggunaan bahasa akan terus berlangsung dalam setiap proses belajar, baik sebagai bahasa pengantar maupun sebagai alat berpikir.
Berdasarkan uraian di atas, ilmu pengetahuan diajarkan kepada siswa tidak hanya untuk mengajarkan konsep-konsepnya. Akan tetapi juga, bagaimana konsep, aturan, atau hukum itu dipahami dan bagaimana pula memahami cara-cara memperolehnya. Dalam hal inilah kemampuan berbahasa sebagai alat dalam proses berpikir tidak dapat diabaikan. Apalagi kalau kita ingat bahwa dalam bahasa Indonesia dipelajari juga cara-cara bernalar yang tepat dengan menggunakan bahasa.
Sehubungan dengan hal tersebut, kami merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang keterkaitan(korelasi) antara prestasi belajar Bahasa Indonesia dengan seluruh prestasi belajar/akademik siswa. Jelasnya, kami ingin mengetahui apakah nilai Bahasa Indonesia yang diperoleh siswa dalam satu semester mempunyai kaitan yang berarti dengan seluruh prestasi belajarnya.

B. Identifikasi Masalah
Bahasa Indonesia dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ditetapkan sebagai salah satu mata pelajaran pokok yang standar kompetensinya harus dicapai oleh semua peserta didik. Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa Indonesia merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Standar kompetensi ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespon situasi lokal, regional, nasional, dan global(BNSP, 2006:1).
Ada tiga hal yang diharapkan dari peserta didik dan guru dengan standar kompetensi Bahasa Indonesia ini, yaitu:
1) peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri.
2) Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan potensi peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar.
3) Guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemampuan peserta didiknya. (BNSP, 2006:1)
Dalam buku Laporan Hasil Belajar Siswa mata pelajaran Bahasa Indonesia menempati urutan ketiga setelah Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Sampai tahun pelajaran 2006/2007 Bahasa Indonesia termasuk salah satu dari 3 mata pelajaran yang diujikan secara nasional dalam Ujian Akhir Nasional atau Ujian Nasional. Sedangkan pada Ujian Nasional tahun pelajaran 2007/2008 Bahasa Indonesia termasuk salah satu dari mata pelajaran yang diujikan selain Bahasa Inggris, Matematika, dan IPA Terpadu.
Berdasarkan hal tersebut, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah apakah prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia mempunyai hubungan yang berarti dalam mencapai seluruh prestasi belajar/akademiknya.
C. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah dan dapat mencapai tujuan yang ditetapkan, maka penulis memandang perlu adanya perumusan dalam penelitian ini.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah adakah hubungan antara prestasi belajar Bahasa Indonesia dengan seluruh prestasi belajar/akademik siswa.
Dari rumusan masalah di atas, penulis mengajukan masalah tersebut menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana prestasi belajar Bahasa Indonesia siswa SMPN 3 Bojongpicung Kabupaten Cianjur?
2. Bagaimana seluruh prestasi belajar/akademik siswa SMPN 3 Bojongpicung Kabupaten Cianjur?
3. Adakah hubungan antara prestasi belajar Bahasa Indonesia dengan seluruh prestasi belajar/akademik siswa?
4. Jika terdapat hubungan, berapa besar hubungan antara kedua variabel tersebut?
Agar permasalahannya tidak meluas, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian ini pada:
1) prestasi belajar Bahasa Indonesia, yaitu nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia yang diperoleh siswa SMPN 3 Bojongpicung dalam buku Laporan Hasil Belajar Siswa(Rapor).
2) seluruh prestasi belajar/akademik siswa, yaitu jumlah nilai semua mata pelajaran yang diperoleh siswa pada satu semester dalam buku Laporan Hasil Belajar Siswa(Rapor).
3) dalam penelitian ini penulis tidak memperhatikan proses belajar mengajar, tetapi hanya melihat hasil/prestasi belajar berupa nilai yang diperoleh siswa.
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui prestasi belajar Bahasa Indonesia siswa SMPN 3 Bojongpicung Kabupaten Cianjur;
2. Untuk mengetahui seluruh prestasi belajar/akademik siswa SMPN 3 Bojongpicung Kabupaten Cianjur;
3. Untuk menemukan hubungan antara prestasi belajar Bahasa Indonesia dengan seluruh prestasi belajar/akademik siswa SMPN 3 Bojongpicung Kabupaten Cianjur.
4. Untuk menemukan korelasi antara prestasi belajar Bahasa Indonesia dengan seluruh prestasi belajar/akademiknya.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi satuan pendidikan SMPN 3 Bojongpicung Kabupaten Cianjur, para guru sebagai pendidik, pengajar, dan pelatih siswa, khususnya guru mata pelajaran Bahasa Indonesia.

BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA ACUAN

A. Landasan Teoritis
1. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
1.1 Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Selayang Pandang
Bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran dasar dan pokok di SMP. Betapa tidak, dalam Standar Isi Kurikulum 2006 Bahasa Indonesia termasuk Kelompok Mata Pelajaran IPTEK dengan porsi 4 jam pelajaran per minggu, selain Matematika, Bahasa Inggris, Ilmu Pengetahuan Alam(IPA) Terpadu, dan Ilmu Pengetahuan Sosial(IPS) Terpadu. Dalam Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi) Bahasa Indonesia diberi alokasi 5 jam pelajaran per minggu. Bahkan dalam kurikulum sebelumnya (baca: 1994), Bahasa Indonesia mendapat porsi 6 jam pelajaran selain Matematika, IPA, dan IPS.
Dalam buku Laporan Hasil Belajar Siswa(Rapor) mata pelajaran Bahasa Indonesia menempati urutan ketiga setelah Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan.
Di setiap satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan dasar dan menengah, baik umum maupun kejuruan, Bahasa Indonesia termasuk mata pelajaran yang diujikan secara nasional. Artinya dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, selain harus mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yang telah ditetapkan guru/sekolah, peserta didik juga harus mencapai Standar Kompetensi Lulusan(SKL) yang ditetapkan pemerintah dalam Ujian Nasional.
Uraian di atas menunjukkan bahwa dalam setiap perubahan/pergantian kurkulum, Bahasa Indonesia tetap termasuk mata pelajaran yang mendapat perhatian penting. Alokasi yang diberikan pada mata pelajaran ini, menyamai mata pelajaran Matematika, IPA Terpadu, dan IPS Terpadu. Selain itu, Bahasa Indonesia selalu dikutsertakan dalam Ujian Nasional, berapa pun banyaknya mata pelajaran yang diujikan(baca: 6, 3, atau 4).
1.2 Tujuan Pembelajaran Bahasa Indonesia
Dalam melaksanakan suatu rencana untuk mencapai hasil yang memuaskan, keberadaan tujuan merupakan suatu hal yang mutlak. Dengan adanya tujuan yang jelas, dalam setiap rencana yang akan dijalankan tergambar arah dan langkah-langkah mana yang akan ditempuh. Begitu juga dalam kegiatan pembelajaran, tujuan yang merupakan komponen pembelajaran, mutlak harus ada sehingga peserta didik sebagai penerima ilmu akan mengetahui ke mana mereka dibawa dalam pelajaran yang diikutinya.
Penulis mengutip pendapat Drs. M.E. Suhendar, M.Pd. yang mengemukakan ,
” Tujuan umum pendidikan dan pengajaran bahasa Indonesia di lembaga-lembaga pendidikan adalah memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia”(Suhendar, 1992:1).

Lebih jauh dikemukakannya pula tentang tujuan umum pengajaran ditinjau dari segi penutur bahasa terbagi atas tiga tujuan, yaitu:
a) tercapainya pemakaian bahasa Indonesia baku yang cermat dan efisien dalam komunikasi, yaitu pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar.
b) tercapainya pemilikan keterampilan yang baik dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan pengetahuan yang sahih.
c) tercapainya sikap positif terhadap bahasa Indonesia yaitu sikap yang erat kaitannya dengan rasa tanggung jawab yang tampak dari prilaku sehari-hari.
Sedangkan dalam Kurikulum Standar Isi dijelaskan bahwa mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
1. Berkomunikasi secara efektif danefisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis;
2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan negara;
3. Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan;
4. Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual serta kematangan emosional dan sosial.
5. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia. (BNSP, 2006: 2)
Dari pendapat di atas jelaslah bahwa tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia adalah untuk menumbuhkan, memelihara, dan mengembangkan keterampilan berbahasa serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Terampil berbahasa berarti terampil menyimak, terampil berbicara, terampil membaca, dan terampil menulis pembelajaran yang diharapkan.

1.3 Metode Pembelajaran Bahasa Indonesia
Guru menerapkan metode pembelajarannya dengan memperhatikan kompetensi yang harus dicapai siswa, tujuan pembelajaran, dan bahan yang akan diajarkan. Pertimbangan pokok dalam menentukan metode pembelajaran terletak pada proses pembelajaran. Metode ini sangat banyak dan bervariasi. Pendekatan dalam menggunakannya dapat dikategorikan ke dalam:
1. Metode pembelajaran kelompok/klasikal, yang terdiri dari:
a) Metode ceramah, yaitu suatu metode/cara menyampaikan pelajaran melalui penuturan dan atau penerangan oleh guru di depan kelas.
b) Metode diskusi, yaitu suatu metode pembelajaran yang di dalamnya terjadi proses interaksi antara dua individu atau lebih yang terlibat secara aktif dalam saling bertukar pengalaman, informasi dan dalam memecahkan masalah.
c) Metode simulasi, adalah suatu metode pembelajaran dengan melalukan proses tingkah laku secara umum. Jadi, dalam pembelajarannya didominasi oleh semacam permainan yang diangkat dari realita kehidupan.
d) Metode demonstrasi dan eksperimen, yaitu metode pembelajaran dengan cara guru mempertunjukkan suatu proses yang berkenaan dengan bahan pembelajaran kemudian diikuti dengan suatu percobaan oleh setiap siswa.
e) Metode latihan siap, yaitu metode yang dipergunakan untuk memperoleh suatu ketangkasan atau keterampilan latihan terhadap apa yang dipelajarinya.
f) Metode tanya jawab, yaitu metode yang dipergunakan untuk meninjau pelajaran yang lalu dengan memusatkan perhatian siswa pada sejumlah pelajaran yang telah dicapai sehingga dapat melanjutkan pelajaran berikutnya.
g) Metode pemberian tugas, yaitu suatu metode yang dipergunakan untuk memberikan tugas belajar kepada siswa baik tugas rumah, tugas laboratorium, tugas perpustakaan, atau tugas di tempat lainnya.
h) Metode karya wisata, adalah suatu metode dengan bimbingan guru pergi menuju suatu tempat untuk menyelidiki atau mempelajari sesuatu.
i) Metode kerja kelompok, yaitu metode yang dipergunakan dengan cara mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok yang berjumlah kecil.
2. Metode Pembelajaran pendekatan Individu, terdiri dari:
a) Pembelajaran dengan modul, adalah sistem pembelajaran dengan cara mengaktifkan siswa belajar melalui kegiatan membaca, memecahkan soal dengan bahan tertulis.
b) Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning), yang dapat diartikan sebagai penguasaan siswa secara penuh terhadap seluruh bahan/kompetensi yang dipelajarinya.
1.3.1 Rasionalisasi Materi Pembelajaran
Dalam mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan, rasionalisasi pengajaran perlu disusun sehingga akan merupakan sistematika yang teratur dan logis berdasarkan fungsinya dalam hubungannya dengan pendidikan nasional. Bahan yang diajarkan dibagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Sebagai mata pelajaran dasar dan pokok, bahasa Indonesia yang diajarkan adalah:
a) bahasa dengan ciri serta syarat ragam baku, baik ragam lisan maupun tulisan;
b) bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan bahasa
budaya, yang berfungsi sebagai bahasa modern.
2. Sebagai bahasa pergaulan, penalaran, pengungkap, dan pengembangan diri, bahasa Indonesia yang dipakai di lembaga pendidikan mempunyai ciri:
a) mempunyai kemampuan menjalankan tugas sebagai alat komunikasi yang efektif dan efisien, yaitu mempunyai kemampuan menyampaikan informasi secara tepat dgan berbagai konotasi.
b) Mempunyai bentuk estetis.
c) Mempunyai keluwesan sehingga dapat dipergunakan untuk mempersiapkan makna-makna baris.
d) Mempunyai ragam yang sesuai dengan jenjang lembaga pendidikan.
Berdasarkan Standar Isi Kurikulum 2006, ruang lingkup mata pelajaran Bahasa Indonesia mencakup komponen kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek sebagai berikut.
1. Mendengarkan
2. Berbicara
3. Membaca
4. Menulis.

2. Prestasi Belajar
2.1 Belajar dan Prestasi Belajar
Nana Sudjana (1988:23) menjelaskan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku seseorang berkat pengalaman dan latihan. Sedangkan Muhammad Ali mengartikan belajar sebagai proses perubahan prilaku akibat interaksi individu dengan lingkungannnya(Ali, 1983:4).
Kedua pendapat di atas tampaknya berbeda, tetapi keduanya mengaitkan belajar dengan proses perubahan tingkah laku. Perubahan ini terjadi karena adanya interaksi dengan lingkungannya dengan kesadaran. Sehubungan dengan hal ini Abin Syamsudin(1983:8) menjelaskan bahwa hasil belajar biasanya tetap (relatif konstan), serta bisa direkonstruksikan dalam situasi yang lain.
Istilah lain yang erat kaitannya dengan belajar adalah ’prestasi’. Prestasi merupakan hasil yang dicapai individu dalam bidang atau kegiatan tertentu. Engkoswara (1981:2) menjelaskan,
”Prestasi itu dapat berupa penguasaan, penggunaan, dan penilaian tentang sikap dan nilai-nilai, pengetahuan, dan keterampilan dasar dalam berbagai bidang”.

Mengenai pengertian prestasi ini berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Abin Syamsuddin:
”Prestasi ialah kecakapan nyata yang menunjukkan aspek kecakapan yang segera dapat didemonstrasikan dan diuji sekarang juga karena merupakan hasil usaha dalam belajar yang bersangkutan dengan cara, bahan, dan dalam hal tertentu yang dialaminya”(1983:9).

Dalam bidang pendidikan, terutama dalam pembelajaran, prestasi belajar mempunyai kedudukan yang penting sebab mempunyai fungsi yang vital. Menurut W.S. Wingkel (1980:13), prestasi mempunyai fungsi:
”(1) prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang telah diketahui anak didik, (2) prestasi belajar sebagai lambang perumusan hasrat keinginan, (3) prestasi belajar sebagai bahan informasi dalam inovasi pendidikan, (4) prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern dari situasi institusi pendidikan, dan (5) prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap kecerdasan anak didik.”

Sementara itu, ahli lain mengemukakan definsi prestasi belajar sebagai berikut.
”Prestasi belajar adalah angka-angka atau nilai-nilai berbagai bidang studi yang tercantum dalam buku laporan pendidikan siswa. Angka-angka tersebut sebagai lambang hasil ulangan sehari-hari dengan hasil ulangan semester/catur wulan”(Krisnaningsih, 1987:36).

Lebih lanjut Moelir (dalam Wahyu Widaya) mengemukakan empat karakteristik prestasi belajar, yaitu:
a) prestasi belajar merupakan perubahan tingkah laku yang dapat diukur. Pengukuran perubahan tingkah laku tersebut dapat dilakukan dengan memberikan tes prestasi; (b) prstasi belajar merupakan hasil perbuatan individu itu sendiri, bukan hasilperbuatan individu itu terhadap orang lain; (c) tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dievaluasi berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh penilai menurut standar yang dicapai kelompok; (d) prestasi belajar merupakan hasil dari kegiatan yang dilakukan secara sengaja atau sadar. Jadi bukan kebiasaan atau prilaku yang tidak disadari (Wahyu Widaya, 1992:32).

Banyak pendapat pakar yang dikemukakan berkaitan dengan aspek-aspek prestasi belajar. Dari sekian banyak pendapat itu, yang banyak digunakan di Indonesia adalah aspek hasil belajar menurut Bloom. Bloom mengemukakan:
”Hasil belajar akan tercermin dalam perubahan tingkah laku yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan psikomotor” (Bloom dalam Rochman Natawijaya, 1981:47).

2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang memengaruhi dirinya baik dari dalam (internal) maupun dari luar (eksternal).
Yang tergolong faktor internal adalah:
1. Faktor jasmaniah (fisiologis), baik bersifat bawaan maupun yang diperoleh. Yang termasuk faktor ini misalnya penglihatan, pendengaran, dan struktur tubuh.
2. Faktor psikologis, baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh , terdiri dari:
a) faktor intelektif yang meliputi:
(1) faktor potensial yaitu kecerdasan dan bakat
(2) faktor kecakapan nyata yaitu prestasi yang dimiliki.
b) faktor nonintelektif, yaitu unsur-unsur kepribadian tertentu, seperti sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri.
3. Faktor kematangan fisik maupun psikis
Sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah:
1. Faktor sosial, yang terdiri dari:
a) lingkungan keluarga
b) lingkungan sekolah
c) lingkungan masyarakat
d) lingkungan kelompok
2. Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kesenian.
3. Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, dan iklim.
4. Faktor lingkungan spiritual keagamaan.

Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung.
2.4. Standarisasi Prestasi Belajar
Prestasi belajar siswa dalam buku Laporan Hasil Belajar Siswa(Rapor) distandarisasikan sebagai berikut.

TABEL 1
STANDARISASI PRESTASI BELAJAR SISWA

Nilai Kuantitatif Nilai Kualitatif Kualifikasi
86-100 A Baik sekali
71-85 B Baik
56-70 C Cukup
41-55 D Kurang
< 40 E Sangat Kurang

B. Kerangka Acuan
1. Anggapan Dasar
Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan beberapa anggapan dasar berikut.
1) Bahasa adalah alat berpikir/bernalar, sebab kita tidak mungkin dapat memahami pikiran seseorang kalau tidak diwujudkan dalam bentuk ucapan, tulisan, atau isyarat(Mundiri 1994:8).
2) Prestasi seseorang pada semua mata pelajaran dapat dijadikan indikator kemampuan orang itu pada jenjang pendidikan yang sedang ditempuhnya.
3) Hasil penilaian belajar seseorang dapat ditentukan oleh peserta didik(teruji), pendidik(penguji), dan faktor penentu lain.

2. Hipotetis
Hipotesis yang akan diuji kebenarannya berdasarkan data empiris, teoritis, dan pendapat adalah sebagai berikut.
1) Terdapat korelasi antara prestasi belajar Bahasa Indonesia dengan seluruh prestasi belajar/akademik siswa SMPN 3 Bojongpicung Cianjur (h1).
2) Tidak terdapat korelasi antara prestasi belajar Bahasa Indonesia dengan seluruh prestasi belajar/akademik siswa SMPN 3 Bojongpicung Kabupaten Cianjur (h0).
3. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan penafsiran, maka berikut dijelaskan beberapa isitilah berkenaan dengan judul penelitian ini.
1) Hubungan, dalam penelitian ini diartikan sebagai keterkaitan (korelasi) antara dua vatiabel. Untuk mengungkapkannya digunakan teknik koefisien korelasi product moment.
2) Prestasi belajar Bahasa Indonesia adalah nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam buku Laporan Hasil Belajar Siswa (rapor) pada semester tertentu.
3) Seluruh prestasi belajar/akademik siswa adalah jumlah nilai semua mata pelajaran dalam buku Laporan Hasil Belajar Siswa (rapor) pada semester tertentu.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif. Alasan penulis memilih metode tersebut karena penelitian ini mendeskripsikan fakta-fakta atau karakteristik sampel penelitian apa adanya melalui perbandingan dua variabel.
Variabel dalam penelitian ini adalah prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia (X) dan seluruh pestasi belajar/akademik siswa (Y).
B. Teknik Pengumpulan Data
Berdasar kepada metode penelitian di atas, penulis menggunakan teknik pengumpulan data penelitian sebagai berikut.
1. Studi Dokumentasi, dimaksudkan untuk mengungkapkan gambaran tentang data, baik prestasi belajar dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia maupun seluruh prestasi belajar/akademik siswa kelas 9 semester 1 di SMPN 3 Bojongpicung kabupaten Cianjur.
2. Angket, digunakan untuk mengungkapkan data mengenai sikap dan motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia. Dalam menggunakan angket ini penulis berpedoman pada skala sikap dengan penjelasan sebagai berikut.
SS(sangat setuju), S(setuju), R(ragu-ragu), TS(tidak setuju), dan STS(sangat tidak setuju).

C. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah data nilai prestasi belajar siswa mata pelajaran Bahasa Indonesia dan seluruh prestasi belajar/akademik siswa kelas 9 semester 1 di SMPN 3 Bojongicung Kabupaten Cianjur. Nilai prestasi belajar Bahasa Indonesia yang dimaksud dalam penelitian ini adalah nilai Bahasa Indonesia pada buku Laporan Hasil Belajar Siswa (Rapor), sedangkan prestasi belajar/akademik siswa adalah jumlah nilai seluruh mata pelajaran yang diperoleh siswa pada buku rapor tersebut.
Mengingat keterbatasan dari peneliti, maka dalam melaksanakan penelitian ini penulis menggunakan teknik Purposif, yaitu mengambil sampel berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat yang telah ditentukan sebelumnya yakni 27 prosen dari jumlah siswa tiap kelas yang berprestasi tertinggi dan 27 prosen dari jumlah siswa yang berprestasi terendah dengan jumlah sebanyak lima kelas paralel.
Berdasarkan hal di atas penulis mengambil sampel penelitian yaitu siswa kelas 9 tahun pelajaran 2007/2008 sebanyak 118 siswa.
D. Prosedur Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data yang diperlukan dalam penelitian ini penulis melakukan dua langkah kegiatan pokok, yaitu langkah persiapan pengumpulan data dan langkah pelaksanaan pengumpulan data.
1. Persiapan Pengumpulan Data
Menetapkan teknik pengumpulan data merupakan langkah pertama yang penulis lakukan dalam penelitian ini. Dalam pengumpulan data ini penulis menggunakan teknik Studi Dokumentasi dan Angket.
Langkah kedua adalah menyusun instrumen angket dan menyusun butir soal atau item pernyataan yang mengukur aspek yang lengkap dari variabel penelitian, menyusun kelompok penelitian untuk mempermudah pengerjaannnya, menyediakan lembar jawaban angket sesuai kebutuhan, dan menyebar angket pada responden.
2. Melaksanakan Pengumpulan Data
Setelah mendapatkan izin, langkah pertama yang penulis tempuh dalam kegiatan ini adalah menghimpun data dari dokumentasi belajar tertentu.
Langkah kedua adalah menyebarkan angket kepada responden. Angket yang disebar kepada responden sebanyak 118 lembar dimaksudkan untuk mengetahui sikap responden(siswa) terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Setelah data variabel nilai prestasi belajar siswa mata pelajaran Bahasa Indonesia dan jumlah nilai seluruh mata pelajaran serta jawaban angket terkumpul, penulis melaksanakan pengolahan data.
D. Prosedur Pengolahan Data
Prosedur yang digunakan dalam pengolahan data ini ialah teknik kolerasi Product Moment yaitu untuk mencari hubungan antara variabel prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia (X) dengan seluruh prestasi belajar/akademik siswa (Y). Adapun prosedur pelaksanaannya adalah sebagai berikut.
1. Menginventarisasi data prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia (indikator nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam buku Rapor), seluruh prestasi belajar/akademik siswa (indikator jumlah nilai seluruh mata pelajaran dalam satu semester) dan sikap siswa kelas 9 terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia.

2. Menghitung koefisien korelasi variabel X dengan variabel Y, dengan tahap:
a. Menyesuaikan variabel X dengan variabel Y mengunakan rumus Skor-T.
b. Membuat tabel persiapan penghitungan koefisien korelasi product moment.
c. Menentukan harga
d. Menghitung besarnya koefisien korelasi dengan rumus:

(Arikunto, 1993:221)
3. Menafsirkan besarnya koefisien korelasi dengan menggunakan klasifikasi korelasi Giulford (Subino, 1992:373), sebagai berikut:
< 0,20 = tidak ada korelasi
0,20 – 0,40 = korelasi rendah
0,40 – 0,70 = korelasi sedang
0,70 – 0,90 = korelasi tinggi
0,90 – 1,00 = korelasi sangat tinggi
1,00 = korelasi sempurna
4. Menguji koefisien korelasi dengan menggunakan rumus Uji-t, yaitu:
t =
5. Menguji hipotesis dengan kriteria pengujian
Ho : = 0 dan H1 : 0
6. Menghitung besarnya koefisien determinasi dengan rumus :
KD = x 100 %

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Hasil Penelitian
1. Deskripsi Prestasi Belajar Bahasa Indonesia
Data prestasi belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia diperoleh dengan cara melakukan studi dokumentasi pada TU SMPN 3 Bojongpicung Kabupaten Cianjur. Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel 2 dan 3. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa:
a. Sebanyak 4 orang memperoleh nilai 88 - 89, atau sebanyak 3,39 % dari seluruh sampel termasuk kategori sangat baik.
b. Sebanyak 72 orang memperoleh nilai 71 - 86, atau sebanyak 61,02 % dari seluruh sampel termasuk kategori baik.
c. Sebanyak 42 orang memperoleh nilai 65 - 70, atau sebanyak 35, 59 % dari seluruh sampel termasuk kategori cukup.
2. Deskripsi Seluruh Prestasi Belajar/Akademik Siswa
Sama halnya dengan data di atas, data seluruh prestasi belajar/akademik siswa pun diperoleh dari hasil studi dokumentasi pada TU SMPN 3 Bojongpicung Kabupaten Cianjur. Data yang diambil adalah nilai semua mata pelajaran siswa kelas 9 semester 1 tahun pelajaran 2007/2008. Yang penulis maksud dengan seluruh prestasi belajar/akademik siswa adalah nilai rata-rata dari 11 mata pelajaran(secara lengkap bisa dilihat pada tabel 2). Data tersebut memperlihatkan bahwa:
a. Sebanyak 3 orang memperoleh nilai 86 - 88, atau sebanyak 2,54 % dari seluruh sampel termasuk kategori sangat baik.
b. Sebanyak 70 orang memperoleh nilai 71 - 86, atau sebanyak 59,32 % dari seluruh sampel termasuk kategori baik.
c. Sebanyak 45 orang memperoleh nilai 58 - 70, atau sebanyak 38,14 % dari seluruh sampel termasuk kategori lebih cukup.
3. Deskripsi Data Angket Skala Sikap Siswa terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia
Angket pengungkap data ini disebarkan pada tanggal 22 Maret 2008 sebanyak 118 eksemplar sesuai dengan jumlah siswa yang dijadikan sampel. Semua Responden mengembalikan angket tersebut setelah mengisinya dengan lengkap. Penyebaran angket ini dimaksudkan untuk mengetahui sikap siswa SMP (khususnya kelas 9 tahun pelajaran 2007/2008) terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia. Pertimbangan lainnya adalah untuk memperoleh data pendukung terhadap data hasil studi dokumentasi. Adapun data skala sikap ini secara lengkap dapat dilihat pada tabel 3 dengan gambaran sebagai berikut.
a. Sebanyak 55 orang memperoleh skor antara 101 – 125 yang berarti sekitar 46,61 % dari seluruh sampel memiliki sikap baik sekali.
b. Sebanyak 62 orang memperoleh skor antara 76 – 100 yang berarti sekitar 52,54 % dari seluruh sampel memiliki sikap baik.
c. Hanya 1 orang yang memperoleh skor 71 yang berarti sekitar 0,85 % dari seluruh sampel memiliki sikap cukup baik.

B. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Korelasi antara Prestasi Belajar Bahasa Indonesia dengan Seluruh Prestasi Belajar/Akademik Siswa
Sebagaimana terlihat pada tabel 3, karakteristik variabel X berbeda dengan variabel Y. Untuk mengorelasikan kedua kedua variabel tersebut perlu ada salah satu yang diubah.
1.1 Mengubah Varibel X
a) Membuat tabel Skor-T (lihat tabel 3)
b) Menghitung Skor-T dengan rumus:
Skor-T = 10 x Z + 50
dengan Z =
sedangkan SD = = = = 0,79
sehingga Z 65 = 10 x (-8,47 ) + 50 = -34,68
70 = 10 x (1,69) + 50 = 33,10
75 = 10 x ( 4,19) + 50 = 91,90
80 = 10 x (10,52) + 50 = 60,52
85 = 10 x ( 16,85) + 50 = 66,85
90 = 10 x ( 23,18) + 50 = 73.18
95 = 10 x ( 29,51) + 50 = 79.51
1.2 Membuat Tabel Persiapan Penghitungan Koefisien Korelasi
(lihat tabel 4)
1.3 Mencari Harga
Harga-harga yang diperoleh adalah:
X = 8460 Y = 8685
X = 609214 Y = 645010
( X) = 71571600 ( Y) = 75429225
XY = 627588
1.4 Menghitung Besarnya Koefisien Korelasi
Hasil perhitungan dengan menggunakan rumus korelasi product moment diperoleh harga: = 0,72 dengan uraian sebagai berikut.

=
=
=
=
=
= 0,7145
1.5 Menafsirkan Besarnya Koefisien Korelasi
3. Pengujian Koefisien Korelasi
Pengujian korelasi ini dilakukan dengan menggunakan rumus uji-t yaitu:
t = = =
t = = = = 10,99
4. Penghitungan Koefisien Determinasi
KD = x 100
= (0,72) x 100 %
= 0,5184 x 100 %
= 51,84 %
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa besarnya kontribusi prestasi belajar Bahasa Indonesia (varibael x) terhadap seluruh prestasi belajar/akademik siswa(variabel y) adalah 51,84 %.

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Tanpa terlepas dari teori dan berdasarkan pengolahan data serta pembahasan hasilnya, dari penelitian ini dapat ditarik beberapa simpulan, yaitu:
1. Prestasi belajar siswa SMPN 3 Bojongpicung dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia Kabupaten Cianjur dikategorikan baik. Hal ini terbukti dari kenyataan bahwa sebanyak 3,39 % termasuk kategori baik sekali, 61.86 % berkategori baik, dan hanya 34.75 % yang termasuk kategori cukup.
2. Seluruh prestasi belajar/akademik siswa SMPN 3 Bojongpicung dari 11 mata pelajaran dikategorikan baik pula, terbukti dari kenyataan bahwa sebanyak 2, 54 % termasuk kategori sangat baik, 58,48 % berkategori baik, dan hanya 38, 98 % yang termasuk kategori cukup.
3. Terdapat hubungan antara prestasi belajar siswa SMPN 3 Bojongpicung Kabupaten Cianjur dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan seluruh prestasi belajar/akademiknya.
4. Hubungan di antara kedua variabel tersebut tergolong tinggi, terbukti dengan koefisien korelasi sebesar 0,72. Hal ini dibuktikan pula dengan koefisien determinasi sebesar 50,41 %.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan simpulan di atas, penulis akan memberikan beberapa saran yang mudah-mudahan dapat bermanfaat dalam peningkatan proses pembelajaran di SMPN 3 Bojongpicung umumnya dan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya. Adapun saran yang penulis kemukakan adalah:
1. Prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dilihat dari buku Laporan Hasil Belajar Siswa(Rapor) tergolong baik. Untuk beberapa siswa yang termasuk berprestasi cukup hendaknya diberi motivasi agar mencapai kategori baik sejalan dengan sikap positifnya terhadap pemberlajaran Bahasa Indonesia.
2. Sebagai bahan perbandingan terhadap hasil penelitian ini hendaklah dilaksanakan lagi penelitian prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran lainnya.
3. Seluruh prestasi belajar/akademik siswa pada 11 mata pelajaran 61 % tergolong baik dan 39 % tergolong cukup baik. Hal ini hendaklah lebih ditingkatkan lagi.
4. Melihat korelasi antara prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan seluruh prestasi belajar/akademiknya yang tergolong tinggi, disarankan kepada guru mata pelajaran Bahasa Indonesia agar melaksanakan program pembelajarannya secara optimal sesuai dengan yang dialokasikan dalam kurikulum yang berlaku (KTSP).

MGMP BINDO SMP KAB CIANJUR

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menyadari rendahnya mutu pendidikan nasional pada saat ini, kami sebagai guru berusaha untuk tidak berpangku tangan melihat kenyataan tersebut. Kami berusaha sekuat mungkin menyelenggarakan kegiatan-kegiatan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Guru merupakan tiang utama dalam meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan mutu pendidikan berarti guru harus profesional. Kegiatan yang tepat untuk meningkatkan profesionalisme guru di antaranya mengadakan pembinaan melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Di dalam MGMP inilah guru bermusyawarah dengan sesama mitra guru untuk mengatasi kendala-kendala yang terjadi di lapangan.
Kondisi nyata yang terjadi di lapangan pertama kali diketahui oleh guru. Gurulah yang paling mengetahui persoalan yang sebenarnya terjadi. Oleh karena itu, guru sendiri yang harus menyelesaikannya melalui MGMP. Kami menyadari hasil pembelajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia masih rendah dilihat dari hasil Ujian Nasinal. Untuk mengatasi hal ini, cara yang paling tepat adalah bermusyawarah melalui MGMP.
Mengingat kondisi Cianjur dengan geografis yang berbeda dan banyak kendala dalam berkomunikasi antarguru mata pelajaran Bahasa Indonesia, pengalaman dan wawasan yang dimiliki guru pun sangat berbeda. Oleh karena itulah MGMP sangat diperlukan di Kabupaten Cianjur.
Sebagai landasan pelaksanaan MGMP ini antara lain:
1. Landasan ideal dan konstitusional
1.1. Pancasila
1.2. Undang-undang Dasar 1945
2. Landasan Operasional
2.1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 11 ayat 1 dan pasal 35 ayat 1)
2.2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005
2.3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
2.4. Rencana Strategis Depdiknas
2.5. Rencana Strategis Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur
2.6. Rencana Strategis Sekolah-sekolah
2.7. Hasil Musyawarah pengurus MGMP Mata Pelajaran Bahasa Indonesia tanggal 22 Maret 2007 di SMPN 1 Kabupaten Cianjur.

B. Tujuan.
Pelaksanaan MGMP ini bertujuan untuk meningkatkan kompetensi guru melalui pendalaman materi bahasa Indonesia, implementasi metode pembelajaran, pengembangan penilaian, dan pengembangan media pembelajaran. Pendalaman semua ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi guru Bahasa Indonesia.
Untuk mengembangkan profesi guru, maka setiap guru harus menguasai bahan ajar yang relevan dengan kurikulum Standar Isi (KTSP/2006). Selain itu, kepribadian guru pun sangat menentukan keberhasilan pembelajaran yang dilaksanakannya. Oleh karena itu, MGMP akan meningkatkan kepribadian pesertanya dalam hal Spiritual Quention (SQ), Emotion Quention (EQ), Intelegention Quention (IQ), dan Adventure Quention (AQ).
Hasil dari kegiatan ini akan kami sebarluaskan ke seluruh guru Bahasa Indonesia di Kabupaten Cianjur, terutama bagi mereka yang tidak langsung mengikuti kegiatan MGMP ini.

C. Sasaran
Yang menjadi sasaran dalam kegiatan MGMP ini adalah:
1. Guru pada MGMP;
2. Guru pada Subrayon-subrayon;
3. Semua guru mata pelajaran Bahasa Indonesia SMP di Kabupaten Cianjur.

D. Hasil yang diharapkan
Hasil yang diharapkan dari kegiatan MGMP ini adalah:
1. Meningkatnya kompetensi guru Bahasa Indonesia di Kabupaten Cianjur;
2. Meningkatnya profesionalitas guru Bahasa Indonesia di Kabupaten Cianjur.
3. Berkembangnya kepribadian guru Bahasa Indonesia di Kabupaten Cianjur.
4. Menyebarluasnya hasil kegiatan MGMP Bahasa Indonesia ke seluruh SMP yang ada di Kabupaten Cianjur.

E. Manfaat
Manfaat dari kegiatan MGMP ini antara lain:
1. Meningkatkan mutu pembelajaran guru Bahasa Indonesia SMP;
2. Meningkatkan wawasan guru Bahasa Indonesia;
3. Membantu pengembangan karir guru mata pelajaran Bahasa Indonesia.

BAB II
DESKRIPSI HASIL PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN

Secara garis besar, penyelenggaraan MGMP Bahasa dan Sastra Indonesia Kabupaten Cianjur pada tahun-tahun kegiatan 2004 sampai dengan 2007 dapat dideskripsikan sebagai berikut:

No. Tahun
Kegiatan
Pokok-pokok Kegiatan
1 2004-2005 1. Pendataan guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SMP sekabupaten Cianjur.
2. Pengkajian Kurikulum 1994 dan Kurikulum Berbasis Komptensi (2004)
3. Pengkajian dan Pengembangan CTL.
4. Penyusunan runtutan materi pembelajaran secara sistematis berdasarkan focus pembelajaran keterampilan berbahasa dan tema kegiatan pembelajaran.
5. Penyusunan kerangka baku perangkat pembelajaran (Silabus dan Rencana Pembelajaran ) serta pokok-pokok evaluasi pembelajaran.
6. Pengkajian Kompetensi Dasar dan Materi Pokok untuk dikembangkan menjadi bahan ajar Bahasa Indonesia di Kabupaten Cianjur.
2 2005-2006 1. Penerapan hasil kajian materi pokok pembelajaran dan aspek-asapek pendukungnya dalam kegiatan pembelajaran formal secara konsisten.
2. Evaluasi bertahap dan berkesinambungan terhadap hasil penerapan materi dan pengembangannya untuk diadakan perbaikan, pengurangan, dan penambahan sesuai dengan kebutuhan.
3. Penyusunan dan pencetakan buku bahan ajar acuan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia SMP berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(2006) yang akan digunakan di seluruh SMP di Kabupaten Cianjur.
4. Penyelenggaraan seminar, workshop, dan semacamnya yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, kebahasaan, kesastraan , serta kegiatan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
5. Pengembangan profesi keguruan melalui pelatihan Penelitian Tindakan Kelas serta pelaksanaan seminasi.
3 2006-2007 1. Evaluasi terhadap penerapan sistem pembelajaran yang telah dilaksanakan pada tahun pelajaran 2005/2006 dengan disertai perbaikan-perbaikan.
2. Pengkajian materi dalam penyusunan bahan ajar Bahasa dan Sastra Indonesia berdasarkan tuntutan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(2006).
3. Pengkajian dan perbaikan perangkat pembelajaran
4. Upaya pengembangan wawasan guru mata pelajaran bahasa dan Sastra Indonesia melalui pelaksanaan seminar, workshop kebahasaan dan kesastraan.
5. Melaksanakan kerja sama dengan pihak-pihak terkait guna memperluas cakrawala wawasan guru dalam bidang kebahasaan dan kesastraan.

BAB III
RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN

A. Jenis Program, Tujuan, dan Kegiatan
1. Strategi kegiatan
Strategi kegiatan yang dilaksanakan pada MGMP mata pelajaran Bahasa Indonesia adalah menggunakan pola 32 jam dengan pelaksanaan setiap hari Kamis, dalam satu pertemuan 8 jam pembelajaran.
2. Pendekatan dan Teknik
Kegiatan MGMP ini menggunakan pendekatan: andragogi, komunikatif, konseptual, dan praktis operasional. Sedangkan teknik yang digunakan: ceramah, tanya jawab, diskusi, penugasan, dan simulasi.
3. Uraian Kegiatan
Kegiatan MGMP ini meliputi:
2.1. Pengembangan kurikulum/silabus implementatif yang sesuai dengan Standar Kompetensi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia;
2.2. Pengembangan bahan ajar berbasis kompetensi pada mata pelajaran Bahasa Indonesia;
2.3. Pengembangan metode pembelajaran yang sesuai, menarik, dan menyenangkan;
2.4. Pengembangan media pembelajaran yang sesuai menarik dan menyenangkan untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia;
2.5. Pembuatan alat peraga pembelajaran yang bermutu untuk mata pelajaran bahasa Indonesia;
2.6. Pengembangan profesi dan kinerja guru.
4. Unsur yang Terlibat
Unsur yang terlibat dalam kegiatan MGMP ini adalah:
4.1. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan;
4.2. Kepala Sekolah;
4.3. Guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
5. Waktu dan Tempat
Kegiatan MGMP ini akan dilaksanakan selama satu bulan empat kali pertemuan setiap hari Kamis di SMPN 3 Cianjur Jalan Pasir Gede Raya Cianjur Telepon 0263-264516 Kode Pos 43216


B. Rencana Anggaran
1. Sumber dana:
1. Dana Pusat(LPMP Jawa Barat) Rp 10.000.000,00
2. Dana dari sekolah Rp 2.000.000,00
J U M L A H Rp 12.000.000,00

2. Pengeluaran

1. Kesekretariatan Rp 1.000.000,00
2. Keperluan ATK Rp 1.000.000,00
3. Konsumsi Peserta 4 X 25 X Rp 25.000,00 Rp 2.500.000,00
4. Penggandaan Perangkat KBM 20X6X20.000,00 Rp 1.000.000,00
5. Pengadaan dan Penulisan Sertifikat Rp 300.000,00
6. Penadatangan Sertifikat, dll Rp 400.000,00
7. Transfortasi Peserta 20X 4 X 50.000 Rp 4.000.000,00
8. Transfortasi narasumber 6 X 100.000 Rp 600.000,00
9. Pembuatan Laporan dan Pemantauan Internal Rp 400.000,00
10. Diseminasi hasil kegiatan Rp 800.000,00
J U M L A H Rp 12.000.000,00


C. Jadwal Kegiatan MGMP

Pertemuan ke-
Hari/Tanggal
Waktu
Uraian Materi
Narasumber


Pertemuan ke-1
Kamis,
5 Juli 2007 08.00 – 09.00 Pembukaan Kadis P dan K Kab Cianjur
09.00 – 10.00 Kebijakan (SOTK) Kadis Kab. Cianjur
10.00 – 10.30 Coffe Break Panitia
10.30 – 12.00 KTSP Ahmad Jamaludin, S.Pd.
12.00 – 12.45 ISHOMA Panitia
12.45 – 13.30 Pretest Dra. Nina Marlina
13.30 – 15.00 Pengembangan Strategi Dra. Tuti S. Susilawati



Pertemuan ke-2 Kamis,
12 Juli 2007 08.00 – 10.00 Silabus dan Bahan Ajar Atmo, S.Pd.
10.00 – 10.30 Coffe Break Panitia
10.30 – 12.00 Pengembangan Metode Yanti Suherna, S.Pd.
12.00 – 12.45 ISHOMA Panitia
12.45 – 13.30 Dinamika Kelompok Ahmad J, S.Pd.
13.30 – 15.00 Penyusunan RPP Kelas 7 Dewi Laeli, S.Pd.

Pertemuan ke-3
Kamis,
19 Juli 2007 08.00 – 10.00 Penyusunan RPP Kelas 8 Dra. Nina Marlina
10.00 – 10.30 Coffe Break Panitia
10.30 – 12.00 Pengembangan Media Ahmad J, S.Pd.
12.00 – 12.45 ISHOMA Panitia
12.45 – 13.30 Dinamika Kelompok Atmo, S.Pd.
13.30 – 15.00 Penyusunan RPP kelas 9 Yanti Suherna, S.Pd.

Pertemuan ke-4 Kamis,
26 Juli 2007 08.00 – 10.00 Pengembangan Profesi Drs. H. Agus Melani
10.00 – 10.30 Coffe Break Panitia
10.30 – 12.00 Kompetensi Personal Drs. H. Djuherman, M.Pd.
12.00 – 12.45 ISHOMA Panitia
12.45 – 13.30 Kompetensi Sosial Drs. H. Djuherman, M.Pd.
13.30 – 15.00 Penutupan Kadis P dan K Kab Cianjur


STRUKTUR KEPENGURUSAN MGMP BAHASA INDONESIA
KABUPATEN CIANJUR PERIODE TAHUN 2004 – 2009

Ketua : Dra. Nina Marlina

Sekretaris : Yanti Suherna, S.Pd.

Bendahara : Dewi Laeli, S.Pd.

Anggota : 1. Atmo, S.Pd.

2. Ahmad Jamaludin Sayuti, S.Pd.

Proram PKS Kurikulum SMPN 3 BOPIC

BAB I
PENDAHULUAN


A. Dasar Pemikiran

1. Kurikulum merupakan salah satu komponen pendidikan yang sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran.
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
Sehubungan dengan hal-hal di atas kami memandang perlu untuk menyusun Program Kerja yang dapat menciptakan satu kesatuan gerak dan langkah dari seluruh personal dalam melaksanakan proses pembelajaran di SMPN 3 Bojongpicung sesuai dengan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan (Kurikulum 2006).

B. Landasan
1. Undang-undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
2. Peraturan Pemerintah No. 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
3. Peraturan Pemerintah No. 28/1990 tentang Pendidikan Dasar;
4. Surat Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan No. 0141/BSNP/III/2006 tanggal 13 Maret 2006 dan No. 0212/BNSP/V/2006 tanggal 2 Mei tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
5. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No.053/V/2001 tentang Pedoman Standar Penilaian Minimal Penyelenggaraan Persekolahan di Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah;
6. Keputusan Menteri Pendidikan No. 056/V/2001 tentang Pedoman Pembiayaan Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah;
7. Surat Keputusan Bupati Cianjur No. 10/2001 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Tata Kerja Unsur Organisasi Dinas Pendidikan.
8. Surat Keputusan Kepala SMP Negeri 3 Bojongpicung Nomor: 424/075/SMPN.3/2007 tentang Pembagian Tugas Guru dalam mengajar dan tugas tambahan lainnya.

C. Maksud dan Tujuan
1. Maksud : memberikan acuan dan rambu-rambu dalam pelaksanaan kurikulum
di SMP Negeri 3 Bojongpicung.
2. Tujuan : - menciptakan satu kesatuan gerak dan langkah bagi personal
sekolah dalam melaksanakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan,
- Mendayagunakan sarana dan prasarana yang ada secara maksimal
untuk mencapai hasil yang optimal,
- Memberikan arah dan membantu para pelaksana pendidikan unruk merencanakan, mengorganisasikan, dan menilai kegiatan belajar mengajar agar dapat meningkatkan kualitas mengajar melalui pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan(PAKEM).

D. Sistematika Penyusunan
Adapun sistematika penyusunan Program Kerja ini sebagai berikut.

Kata pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
A. Dasar Pemikiran
B. Landasan
C. Maksud dan Tujuan
D. Sistematika Penyusunan
Bab II Pengorganisasian
A. Pengorganisasian Personal
B. Perorganisasian Siswa
Bab III Rencana Kegiatan
A. Persiapan
B. Pelaksanaan
C. Laporan dan Tindak Lanjut
Bab IV Rencana Anggaran
A. Rencana Penerimaan
B. Rencana Pengeluaran
Bab V Penutup
A. Simpulan
B. Saran-saran
Lampiran-lampiran


BAB II
PENGORGANISASIAN


A. Pengorganisasian Personal
1. Penunjukan PKS/Kepala Unit
Pembagian Tugas Mengajar/Bimbingan Konseling dan Tugas Tambahan Lainnya(Lihat Lampiran 2).

2. Pembagian Tugas Kelompok Kerja
a. Penerimaan Siswa Baru dan MOS
Ketua : Kepala Sekolah
Sekretaris : Dadang Koswara, S.Pd.
Anggota : Aris Aprilian
Drs. Ayi Ridwan
Anita Sariningrum, S.Pd.
Teti Hodijah, S.Pd.
Dede Suhendi
Ai Nurjamilah

b. Ulangan Umum/Ujian Blok Semester Gasal
Ketua : Kepala Sekolah
Sekretaris : R. Bambang Hermawan, S.Pd.
Bendahara : L a e l a
Anggota : Rani Marliani, S.H
Drs. Ayi Ridwan
Cucun Kartika, S.Pd.
Ating Setiasih, S.P.
Odin

c. Ulangan Umum/Ujian Blok Semester Genap
Ketua : Kepala Sekolah
Sekretaris : Nurul Akmal, A.Md.
Bendahara : L a e l a
Anggota : Erma Sutinah, S.Pd.
Maya Yovanca. S.Pd.
Ratih Kumala Dewi, S.S.
Ekko Sanjaya
Edi Supriadi

d. Pengayaan Kelas 9 dan Try-Out UN
Ketua : Kepala Sekolah
Sekretaris : Ating Setiasih, S.P
Bendahara : Teti Hodijah, S.Pd.
Anggota : Drs. Ayi Ridwan
Atori, A.Ma.
Leni Farlina, S.Pd.
Odin
Edi Supriadi

e. Ujian Sekolah/Ujian Nasional
Ketua : Kepala Sekolah
Sekretaris : Ahmad Jamaludin, S.Pd.
Bendahara : N. Tuti Rohayati
Anggota : R. Bambang Hermawan, S.Pd.
Dadang Koswara, S.Pd.
Teti Hodijah, S.Pd.
Mia Farida, S.Pd.
Dian Fardiyani, S.Pd.
Edi Supriadi

f. Perpisahan Kelas 9
Penanggung Jawab : Kepala Sekolah
Ketua : E.K. Anjar Saputra
Sekretaris : Ai Yunita, S.Pd.
Bendahara : Ratih Kumala Dewi, S.S.
Anggota : 1. Sri Kusmiayati, S.Pd.
2. Neneng Kusmayawati, S.Pdi.
3. Endang Sawitri, S.Pdi.
4. Dewi Nurhayati, S.Pd.
5. Mila Melati, S.P.

B. Pengorganisasian Siswa

SMP Negeri 3 Bojongpicung terdiri dari 17 Robongan Belajar yang perinciannnya sebagai berikut.